Bergabung di KPPJB, Jurdik.id. dan Kompasiana.com. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain 1. Antologi puisi “Merenda Harap”, bersama kedua saudaranya, Bu Teti Taryani dan Bu Pipit Ati Haryati. 2. Buku Antologi KPPJB “Jasmine(2021) 3. Buku Antologi KPPJB We Are Smart Children(2021) 4. Alam dan Manusia dalam Kata, Antologi Senryu dan Haiku (2022) 5. Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun (2022) 6. Buku Tunggal “Cici Dede Anak Gaul” (2022). 7. Aku dan Chairil (2023) 8. Membingkai Perspektif Pendidikan (Antologi Esai dan Feature KPPJB (2023) 9. Sehimpun Puisi Karya Siswa dan Guru SDN 4 Sukamanah Tasikmalaya 10. Love Story, Sehimpun Puisi Akrostik (2023) 11. Sepenggal Kenangan Masa Kescil Antologi Puisi (2023) 12. Seloka Adagium Petuah Bestari KPPJB ( Februari 2024), 13. Pemilu Bersih Pemersatu Bangsa Indonesia KPPJB ( Maret 2024) 14. Trilogi Puisi Berkait Sebelum, Saat, Sesudah, Ritus Katarsis Situ Seni ( Juni 2024), 15. Rona Pada Hari Raya KPPJB (Juli 2024} 16. Sisindiran KPPJB (2024). Harapannya, semoga dapat menebar manfaat di perjalanan hidup yang singkat.
Kenangan Melewati Terowongan Cikacepit Saat ke Pantai Pangandaran
Seru sekali rasanya!
Melewati terowongan Cikacepit, adalah hal yang ditunggu-tunggu, karena sangat menegangkan sekaligus mengesankan.
Dari stasiun Pangandaran, kami berempat berjalan kaki sejauh dua kilometer, hingga tiba rumah Nenek Mamah.
Suami nenek, Aki Efendi, adalah seorang guru SD, yang memiliki penggilingan padi.
Jika pulang ke Tasik, kami dioleh-olehi beras, macam-macam sayur, ikan laut, kelapa dan masih banyak lagi yang lainnya. Berkarung-karung kami angkut, untuk bekal di kampung halaman.
Nenek Pangandaran memiliki 6 putra yang sangat baik. Kami bergaul bagaikan dengan saudara kandung, sehingga kami betah berlibur di sana.
Saat di Pangandaran kami kerap main ke pantai, yang jaraknya sekitar tiga kilometer dari rumah Nenek.
Kami biasa berjalan kaki pada pagi hari, dan sesampainya di laut, kami langsung berenang dengan sukacita, sambil menikmati angin yang bertiup sepoi-sepoi.
Pantai saat itu begitu bersih dan asri.
Selesai berenang sepuasnya, kami pun menyambangi Aki Asim, kakaknya nenek Asliku, yang rumahnya di tepi pantai.
Aki Asim bekerja sebagai tukang cukur. Di sana kami disuguhi kelapa yang langsung dipetik dari pohonnya.