Sensasi Mudik Saat Puncak Arus Mudik
Mudik adalah sesuatu yang sangat ditunggu oleh para perantau. Setahun sekali pada saat Idul Fitri adalah momen yang biasa digunakan oleh para perantau untuk mudik. Tradisi ini sudah berlangsung puluhan tahun di Indonesia.
Para pemudik rela berdesak-desakan untuk masuk ke moda transportasi umum yang digunakan, seperti bus, dan kereta api.
Mudik inilah yang selalu saya lakukan sepanjang saya bekerja di perantauan, Sukabumi. Ketika saya belum menikah, momen idul Fitri ini digunakan untuk liburan dan mudik ke tanah kelahiran Cirebon.
Setelah menikah, saya harus membagi waktu, tenaga dan dana yang ada untuk mudik ke dua tempat, yakni Solo, tempat mertua saya tinggal, dan Cirebon sebagai kampung halaman saya.
Sebelum memiliki kendaraan pribadi, saya dan keluarga mudik selalu menggunakan bus. Kami selalu pergi sepuluh hari sebelum hari H agar terhindar dari macet dan berdesak-desakan. Saat kami memiliki kendaraan pribadi pun mudik sebelum puncak arus mudik terjadi.
Setelah dua tahun kami tidak mudik pada saat hari raya, kami memutuskan untuk mudik tahun ini. Apalagi pemerintah sudah menghalalkan mudik setelah dua tahun melarang para perantau untuk mudik saat hari Idul Fitri. Namun, tahun ini kami harus pulang pada saat puncak mudik karena suamiku tidak bisa meninggalkan pekerjaan.
Kami berangkat saat puncak arus mudik, yakni tanggal 28 April. Kami pergi pukul 10 dari rumah agar tiba di jalan tol Cikampek Utama pukul 12. Ya kami menggunakan jalur Utara melalui tol Bocimi, Jagorawi, Cikampek, Cipali dan Trans Jawa.
Pertimbangan yang digunakan agar kami tidak terjebak macet terlalu lama di jalur selatan yang melewati Cianjur, Bandung, Tasikmalaya, Ciamis dan Banyumas..
Adik saya yang sudah mudik lebih dulu membutuhkan waktu hampir dua puluh empat jam melewati jalur Selatan. Kami memutuskan menggunakan jalan tol meskipun harus menyiapkan e tol sebanyak enam ratus ribu rupiah.
Sebelum memasuki jalan MBZ, kendaraan sudah macet. Kondisi ini berlanjut hingga pintu tol Cikampek Utama. Kendaraan lebih banyak diam daripada melaju. Untungnya sopirnya ada , yaitu suami dan anak sulung.. Mereka bergantian mengemudikan mobil. Memang membutuhkan kesabaran saat dalam kondisi seperti ini.