Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com
Ingin Wisata Alam Membekas? Yuk, Ikuti Prinsip Lampu Lalu Lintas
Pantai di Kalimantan Timur dan sawah di Jawa Tengah menjadi dua lokasi wisata alam semasa saya masih berusia TK dulu karena kami sekeluarga pernah tinggal di kedua propinsi itu. Sampai sekarang, kenangan manis bermain pasir pantai dan menyusuri pematang sawah masih melekat di kepala.
Hasil survei Kurious dari Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan,
wisata pantai dan laut pada akhir tahun menempati peringkat juara sebagai destinasi terfavorit warga Indonesia sebanyak 48,6%. Lalu, peringkat kedua destinasi wisata akhir tahun yang paling disukai masyarakat sebesar 37,7% ditempati pegunungan dan hutan.
Temuan tersebut membuktikan bahwa wisata alam di Indonesia jelas sangat potensial. Sayangnya, tak sedikit turis lokal dan juga asing yang kurang atau bahkan tidak peduli dengan kelestarian alam dari lokasi wisata yang mereka datangi.
Kita masih ingat, belum lama ini ada seorang petani yang juga pemilik kebun bunga edelweis yang kecewa berat dan marah besar karena kebunnya di Ranca Upas, Ciwidey Bandung tersebut digilas oleh ban dari komunitas motor trail yang sedang menggelar event di sana. Padahal, bunga edelweis tersebut langka dan hanya ada di dua tempat di Indonesia yaitu di Ranca Upas dan Danau Ciharus.
Untuk mengatasinya, kita dapat menerapkan 'prinsip lampu lalu lintas' yang terdiri atas tiga warna saat sedang traveling, khususnya dsi obyek wisata alam. Semoga hal ini dapat menjaga kelestarian alam agar kita senantiasa 'bangga berwisata di Indonesia', sepakat ya?
Lampu Merah: Biarkan alam tetap indah tak terjamah
Ketika berwisata ke Goa Pindul di Yogyakarta, pemandu wisatanya sudah mewanti-wanti kami dari awal untuk tidak (diam-diam) mengambil bebatuan apapun dari dalam gua demi keselamatan bersama. Syukurlah, rombongan tim kami semua mematuhinya.
Layaknya lampu merah yang sudah jelas sebagai penanda berhenti total, kita juga harus menghormati adat istiadat pada suatu obyek wisata, tak terkecuali di lokasi alamnya. Larangan itu dibuat agar keindahan suatu tempat dapat terus dinikmati dari generasi ke generasi sehingga menjadi wisata yang berkelanjutan di masa depan.
Kita pastinya tak ingin keegoisan masa kini sampai merampas peluang kebahagiaan dan kesempatan generasi penerus nanti. Contohnya, Pulau Sempu di Jawa Timur yang tidak lagi dibuka untuk masyarakat umum untuk berwisata karena fungsi utamanya sejak tahun 1928 yaitu sebagai cagar alam dan lokasi konservasi sehingga hanya dapat dikunjungi untuk kegiatan penelitian dan pendidikan seputar lingkungan.
Contoh lainnya yaitu pada suku Baduy Dalam di Lebak Banten yang daerahnya tak boleh sembarangan dimasuki orang luar. Larangan membawa alat elektronik dan juga mengambil gambar selama berada di kawasan Baduy Dalam juga tak boleh dipandang sebelah mata lho!