Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/
Sahur Keliling, Hiburan Masa Kecil yang Tak Biasa Lagi
Aku terbirit-birit pulang ke rumah. Eh, sial. Azan sudah berkumandang. Jadilah aku gagal sahur hari itu. Ibu lantas memarahiku yang sudah ingkar janji. Janji jam empat pulang, sampai rumah baru jam lima.
Apa yang terjadi selanjutnya mudah ditebak. Siang harinya aku batal puasa. Kelaperan lantaran alpa sahur. Ibu juga tidak memberiku izin sahur keliling pada esok malam. Butuh lima hari meyakini Ibu hingga akhirnya aku dibolehkan lagi sahur keliling.
Jadi Tak Biasa
Beberapa hari lalu aku iseng bertanya kepada kakakku. Apakah sekarang anaknya masih memegang teguh budaya sahur keliling?
Jawaban Kakak membuatku menganga. Katanya, anaknya tidak pernah meminta izin untuk sahur keliling. Katanya lagi, setelah santap sahur, biasanya anaknya bermain gim atau nonton YouTube di ponsel, hingga azan Subuh berkumandang.
Aku bertanya lagi. Seandainya keponakanku itu meminta izin sahur keliling, apakah Kakak membolehkan?
Kakakku menjawab dengan dua kata, “Tentu tidak.”
Faktor keamanan dan keselamatan yang melatari Kakakku berkata tidak. Di kompleksnya, baru-baru ini ada kasus pencurian sepeda motor. Kakakku tentu tidak akan mengambil risiko membiarkan anaknya menjadi incaran para penjahat.
Main gim atau nonton YouTube di rumah jauh lebih aman. Apalagi sekarang zaman susah. Aturan pembatasan kerumunan baru saja dicabut Pemerintah setelah dua tahun terakhir bergumul dengan pandemi.
Dari sana, aku tersadar. Sahur keliling yang biasa, kini menjadi tidak biasa.
Terutama di area perkotaan. Dugaanku, itu tidak berlaku di desa-desa yang daya beli dan ekonomi masyarakatnya pasti di bawah orang kota.