Saya adalah seorang penulis lepas, teacher trainer, MC, pendongeng dan kepala sekolah yang senang mengajar Karena memulai Dunia pendidikan dengan mengajar mulai dari Play group TK SD hingga SMP. Sampai sekarang ini. Saya masih aktif mengajar disekolah SD N BARU RANJI dan SMP PGRI 1 Ranji , Merbau Mataram. Lampung Selatan. LAMPUNG. Saya juga pernah mendapatkan beberapa penghargaan diantarainya Kepala sekolah TK terbaik Se Kabupaten Bekasi, Kepala Sekolah Ramah Anak Se Kabupaten Bekasi, Beasiswa Jambore Literasi Bandar Lampung Tahun 2023 dan Beasiswa Microcredential LPDP PAUD dari Kemendiknas tahun 2022.
Berdamai dengan Diri dengan Cara Memaffkan Orang Lain
Ketika seseorang menyakiti kita dengan sangat jahatnya kemudian kita menangis, sedih, dan nelangsa seakan-akan dunia begitu kejamnya karena sebuah khianat, janji bohong, telikung dan perselingkuhan ataupun hal lain sebagainya, boleh jadi kita akan sangat -- sangat sakit hati dan ter sakiti bahkan mendendam dengan cara yang telah dilakukan orang lain atau terhadap apa yang telah terjadi. Lalu kita pun menyusun cara bagaimana dapat membalas apa yang telah diperbuatnya dengan cara-cara yang selalu ada di benak kita sebagai strategi membalas dan biar tahu rasa bagi orang yang telah menyakiti. Apakah ini akan membuat kita puas? Lalu bagaimanakah cara terbaik untuk membalas orang yang telah menyakiti kita dengan sangat kejinya?
Patut kita sadari bahwa orang yang memendam perasaan marah dan dendam sering kali terjebak oleh hatinya sendiri karena dipenuhi oleh kemurkaan. Kemurkaan dan rasa marah bukanlah perasaan baik yang harus dipertahankan dan ada di dalam hati kita. Karena kita akan sibuk merangkai semua kejadian di sekitar untuk membenarkan perasaan kita dengan harapan yang berbeda. Sibuk menghubungkan banyak hal supaya memenangkan keyakinan bahwa kitalah yang benar sehingga akan ada masa di mana kita tidak tahu lagi mana benar dan mana salah. Dan kita pun menjadi tidak berbeda dengan orang yang telah berbuat jahat dengan kita sendiri.
Hal ini juga pernah terjadi dengan saya pribadi. Ketika atasan menahan semua kebijakan saya dan memperlakukan saya dengan tidak baik. Yang saya lakukan adalah membalas apa yang telah dilakukannya. Kita selalu berprinsip bahwa semua kesalahan selalu dimulai oleh orang lain dan kitalah sebagai korbannya tanpa mau mengoreksi diri sendiri dan selalu merasa benar dengan apa yang kita lakukan. Mengumbar kemarahan yang sama dan membalas dengan berbagai cara kita lakukan sebagai bentuk perlawanan dan pembuktian diri bahwa kita tidak semudah itu dikalahkan. Sejatinya tidak ada gunanya kita lakukan semua itu hanya karena sesuatu tidak berjalan sesuai keinginan kita. Karena semakin lama hal ini akan memberikan dampak buruk pada pikiran, perasaan dan hati kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Rasululloh SAW sendiri pernah bersabda, "Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu" (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebuah tulisan dari Tere Liye ini kemudian menginspirasi dan menggugah keyakinan saya tentang memaafkan dan mengikhlaskan :
Yang pertama meminta maaf adalah si pemberani
Yang pertama memaafkan adalah si kuat
Yang pertama memberi adalah si kaya
Yang pertama memulai adalah di beruntung
Yang pertama melepaskan dengan tulus adalah si bahagia.
Siapa pun pastilah ingin hidup tenang dan bahagia bukan? Untuk bisa ikhlas dan bahagia, kita harus membebaskan perasaan dan hati kita dari rasa dendam dan marah. Bagaimana mungkin kita bahagia ketika kita membenci dan marah pada seseorang dan membiarkan ia bertengger dikepala kita siang dan malam karena kita sibuk mencari tahu dan mengatur strategi untuk membalas dan menyimpannya sebagai dendam.