Prinsip Kehidupan: Senjata Makan Tuan
Dalam perjalanan spiritual Ramadan ini, kita diingatkan tentang keadilan Ilahi Rabbi yang selalu menyertainya. Peribahasa "Senjata makan tuan" atau dalam bahasa Sunda disebut "Tamiang meulit ka bitis", menjadi pengingat betapa setiap tindakan negatif yang kita lakukan tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga merugikan diri kita sendiri.
Peribahasa itu seolah mencerminkan sebuah fenomena di mana niat buruk yang dilakukan seseorang kepada orang lain pada akhirnya akan kembali menimpa dirinya sendiri.
Dalam konteks Islam, prinsip ini sangatlah relevan, sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad bin Ka'ab Al-Quradzi dalam sebuah hadis yang menyebutkan:
: ( )
Ada Tiga perkara, barang siapa yang melakukannya, maka akan berbalik padanya, yaitu:
- Al-Baghyu (kedzaliman/aniaya),
- Al-Naktsu (Ingkar janji), dan
- Al-Makru (tipu daya)"
Hadis ini menyajikan tiga perilaku buruk yang jika dilakukan oleh seseorang, akan berdampak buruk kembali pada dirinya sendiri.
Al-Baghyu (kedzaliman/aniaya)
Merupakan tindakan aniaya atau kezaliman terhadap orang lain. Tindakan ini bisa berupa penindasan, pelanggaran, penyelewengan hak, atau perlakuan tidak adil terhadap seseorang atau kelompok. Contohnya bisa berupa memotong hak orang lain, menindas atau mendzalmi seseorang secara fisik atau emosional, atau melakukan tindakan kekerasan.
Al-Naktsu (Ingkar janji)
Merupakan pelanggaran terhadap janji atau komitmen yang telah dibuat dan disepakati. Ingkar janji mencerminkan ketidakjujuran dan ketidakdewasaan dalam mempertahankan integritas diri. Ini bisa termasuk gagal memenuhi janji, menyalahi kesepakatan yang telah dibuat, atau mengkhianati kepercayaan orang lain.
Al-Makru (tipu daya)