Nurul MujahidahQolbi
Nurul MujahidahQolbi Freelancer

I am a learner who have interesting to public speaking, writing, entrepreneurship, leadership, social and education.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Mencicipi Masakan Saat Berpuasa, Emang Boleh?

14 Maret 2024   14:18 Diperbarui: 14 Maret 2024   14:24 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mencicipi Masakan Saat Berpuasa, Emang Boleh?
Pinterest/rawpixel.com

Pada saat puasa, Salah satu tantangan yang kerap dihadapi oleh ibu rumah tangga adalah memastikan rasa masakan. Bolehkah mencicipi masakan saat berpuasa?

Penting untuk kita pahami apa yang dimaksud dengan "mencicipi makanan". Dalam konteks ini, mencicipi berarti memasukkan sedikit makanan ke dalam mulut untuk mengevaluasi rasa, dengan syarat tidak ditelan dan segera dikeluarkan lagi. Ibnu Abbad mengatakan;

"Tidak mengapa seseorang yang sedang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak masuk sampai ke kerongkongan." (HR. Ibnu Abi Syaibah)

Dalam Islam, segala sesuatu yang masuk ke dalam rongga tubuh dan mencapai kerongkongan dapat membatalkan puasa, termasuk makanan dan minuman. Namun, ulama telah memberikan pengecualian dalam beberapa kasus tertentu, termasuk mencicipi masakan dengan syarat tidak menelan apa pun.

Baca Juga: Tips Sehat Berbuka Puasa

Para ulama fiqih menyatakan bahwa mencicipi makanan dengan syarat tidak ada yang tertelan ke dalam kerongkongan, dan tidak ada yang tersisa di mulut yang kemudian tertelan, tidak membatalkan puasa. Alasan pengecualian ini adalah untuk memudahkan berbagai situasi, seperti ketika seorang ibu atau juru masak perlu memastikan rasa makanan yang akan disajikan untuk berbuka atau sahur.

Syekh Abdullah bin Hijazi Asy-Syarqawi dalam kitabnya Hasyiyatusy Syarqawi 'ala Tuhfatith Thullab menyebutkan:

"Di antara sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir terlanjur tertelan masuk, lantaran sangat dominannya syahwat (untuk makan). Kemakruhan itu sebenarnya terletak pada tidak adanya hajat tertentu dari orang yang mencicipi makanan itu. Beda hukumnya bila tukang masak dan orang yang masak untuk menyuapi anak kecilnya yang sedang sakit, maka mencicipi makanan tidaklah makruh".

Dengan demikian, mencicipi makanan hukumnya makruh bagi mereka yang tidak memiliki kepentingan. Tidak makruh bagi tukang masak yang memiliki kepentingan untuk disuguhkan sebagai jamuan berbuka puasa, atau orang yang memasakkan anak kecilnya yang sedang sakit.

 

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun