Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Wiraswasta

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Jangan Terlalu "Mendewakan" Ulama karena Sejatinya Mereka Juga Manusia Biasa

17 Mei 2020   03:15 Diperbarui: 17 Mei 2020   03:36 2083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangan Terlalu "Mendewakan" Ulama karena Sejatinya Mereka Juga Manusia Biasa
Di Indonesia, ulama kerap diagung-agungkan secara berlebihan. Sumber: Kompas.com

Bagi saya, gak ada yang sempurna kita sebagai manusia. Termasuklah para ulama yang terlepas dari keilmuan yang dia dapatkan tapi tetap saja memiliki kekurangan dan bisa khilaf dalam menyampaikan ilmu atau dalam bersikap. Kita juga sebagai manusia biasa pun punya kecenderungan untuk berubah-ubah.

Hari ini ngefans banget sama ulama X, tapi karena ada sikap atau cara penyampaiannya yang kemudian kurang berkenan di hati lantas kita lebih memilih menyerap ilmu dari ulama Y, ya sah-sah saja. Sudah jadi dasar hari manusia yang ingin melakukan segala sesuatu dengan nyaman kan?

Saya pribadi, paham bahwa ulama gak ada yang sempurna. Maka dari itu, saya nggak mau terlalu "mendewakan" seorang sosok. Dalam hal menyerap ilmu, saya berusaha mencari sosok yang sikap dan kepribadiannya paling mendekati sosok nabi Muhammad SAW. Ada beberapa kriteria yang membuat saya dengan mudah berpaling dari sosok seorang ulama.


Pertama, yang saya tahu, nabi Muhammad Saw itu orangnya sangat baik. Pernah nonton video klip The Choosen One-nya Maher Zein? Nah video klip itu dibuat dengan mereka ulang adegan yang ada di keseharian Rasulullah. Kayak, bagaimana saat dijahatin tapi tetap dibalas dengan kebaikan.

Jadi, jika ada ulama di Indonesia, yang nggak suka sama seseorang, trus dengan lantang meneriakkan kebencian. (bahkan dengan menggunakan kata-kata dan sumpah serapah yang diteriakkan dalam sebuah lagu misalnya), maka menurut saya sifat itu jauh dari sosok Nabi Muhammad SAW.

Kedua, ulama manusia biasa yang hanya dapat mengingatkan jika ada jamaahnya yang melakukan kesalahan. BUKAN dengan cara menghakiminya atau bahkan mengajak massa untuk melakukan hal yang sama. Saya pernah melihat ulama lain yang saat mendapati ada prilaku orang lain yang bisa jadi di matanya salah, eh bukannya kasih wejangan yang baik malah menyerempet hal-hal fisik orang tersebut.

Pakaian nggak dapat dijadikan acuan sifat seseorang. Sumber freepik.com
Pakaian nggak dapat dijadikan acuan sifat seseorang. Sumber freepik.com
Ketiga, mereka yang tak kompeten. Ingat, "gelar" ulama/ustad itu nggak otomatis tersandang saat seseorang memakai pakaian agamis. Di era sosial media sekarang, banyak orang yang dengan mudah menyebut diri mereka ulama berdasarkan sebutan netijen di sosial media. Padahal, mereka gak ada dasar ilmu yang baik dan apa yang disampaikan pun ngawur. Herannya, di sosial media mereka dengan bangga mengenakan nama dengan embel-embel "ustad". Menyedihkan.

Ketiga ciri di atas tentu jauh dari 4 sifat nabi yang terkenal itu. Yakni Shiddiq (jujur), amanah, tabliq (komunikatif) dan fathonah (cerdik). Tak jarang, ada orang yang mengimplikasikan keempat sifat ini namun karena mereka tidak memakai "jubah agama" dalam menyampaikan pendapatnya, maka penolakan yang mereka peroleh.

Padahal, jelas ya, "lihatlah apa yang disampaikan, dan jangan melihat siapa yang menyampaikan." Bagi saya jelas, siraman rohani yang saya butuhkan kadang saya peroleh dari sosok-sosok tak terduga. Mereka ini bisa berbentuk tukang sapu di jalan atau bahkan pengemis yang tak berpunya. Benar begitu teman-teman?

kompal-2-5ebf9c9fd541df2880116675.png
kompal-2-5ebf9c9fd541df2880116675.png

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun