Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/
Toxic Marriage (7), Tidak Setiap Perceraian Tercela
Setiap pasangan bisa memilih, untuk hidup damai, harmonis dan bahagia; ataukah mereka hidup dalam ketertekanan di sepanjang kehidupan. Artinya, ketertekanan bukanlah sebuah kondisi yang harus selalu diterima, karena dampak yang muncul darinya bisa sangat membahayakan.
"We have been brainwashed that we have to learn how to live with pain in marriage, as if they are twinned". Kita telah dicuci otak bahwa harus belajar hidup dengan rasa sakit dalam pernikahan, seolah-olah keduanya kembar, ujar Syaikh Haytham Tamim. Dalam kehidupan pernikahan yang sehat, tidak akan ada rasa sakit akibat ketertekanan yang berkelanjutan.
Memang hidup berumah tangga pasti selalu ada berbagai persoalan, tetapi bukan berarti harus selalu bertemu ketertekanan di sepanjang perjalanan kehidupan pernikahan. Keberadaan masalah rumah tangga adalah kemestian, namun bukan berarti boleh memberikan tekanan yang sampai membahayakan jiwa. Jangan sampai membenarkan munculnya persoalan pelik yang muncul sepanjang hari tanpa ada solusi.
"Of course, we need to learn how to live with our differences and accommodate differences. But no one teaches you this". Tentu saja, kita perlu belajar bagaimana hidup dengan perbedaan dan mengakomodasi perbedaan. Sayangnya, tidak ada yang mengajari Anda tentang hal ini.
Tak Semua Perceraian Tercela
Tidak semua perceraian tercela, tergantung situasi dan kondisi yang melatar belakangi. Suatu ketika, istri Tsabit bin Qais mendatangi Nabi saw dan berkata, "Ya Rasulullah, saya tidak menyalahkan Tsabit karena cacat dalam akhlak atau agamanya, tetapi saya tidak suka berperilaku tidak Islami (jika saya tetap bersamanya)."
Mendapat pengaduan itu, Rasulullah saw berkata, "Maukah engkau mengembalikan kebun yang telah diberikan suamimu kepadamu?" Dia berkata, "Ya". Kemudian Nabi saw berkata kepada Tsabit, "Wahai Tsabit, terimalah kebunmu, dan ceraikan dia".
Kisah di atas menandakan, ada kalanya Nabi saw bahkan merekomendasikan perceraian. Artinya, tidak setiap perceraian itu tercela. Bahkan ada kalanya, perceraian adalah sebuah keharusan demi menyelamatkan jiwa.
Contoh perceraian yang tercela adalah apabila tidak ada alasan yang bisa diterima syariat maupun akal sehat. "Jika ada wanita yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang benar, maka dia tidak akan mencium bau surga" (HR. Abu Daud). Sebuah perceraian yang mengada-ada dan tanpa argumen yang melatarbelakanginya. Tentu saja ini perpisahan yang tercela.
Namun jika pernikahan telah semakin nyata dampak toksiknya, yang bisa membahayakan jiwa salah satu pasangan dan juga anak-anak, maka perpisahan adalah salah satu jalan keluarnya. Tentu setelah melewati serangkaian usaha untuk islah, mediasi, dan konsultasi kepada ahli.
"Allah Almighty talked about marriage as a place of sukoon (tranquillity), but it can become hell. If there is suffering then let the relationship go" --Syaikh Haytham Tamim.