Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Konsultan

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Ketika Fatwa Imam Abu Hanifah Ditolak Ibu Kandungnya

14 April 2023   04:26 Diperbarui: 14 April 2023   04:36 3378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Wahai Zur'ah, ini ibuku. Aku mengantarnya ke sini, karena ia meminta fatwa darimu dalam masalah begini dan begini..." ujar Abu Hanifah.

Zur'ah kaget. "Wahai Imam Abu Hanifah, engkau lebih berilmu dan lebih memahami ilmu fikih dibandingkanku. Seharusnya engkaulah yang memberinya fatwa," jawab Zur'ah.

"Aku telah memberinya fatwa begini dan begini, tapi ia tidak menerimanya. Ibuku ingin mendengar fatwa darimu," ungkap Abu Hanifah.

"Baiklah. Ucapanku sebagaimana yang telah diucapkan oleh Abu Hanifah," ujar Zur'ah kepada ibu Imam Abu Hanifah.

Mendengar jawaban itu, sang ibu lega. Ia bisa menerima pendapat Zur'ah dan segera meninggalkan rumah Zur'ah.

Kisah di atas mengajarkan sikap kerendahhatian atau tawadhu orang-orang salih terdahulu. Ada kerendahhatian yang dicontohkan Imam Abu Hanifah dan Zur'ah Al-Qash.

Sikap rendah hati Imam Abu Hanifah ditunjukkan dengan tidak membantah ibunya apalagi memarahi, saat sang ibu tidak menerima fatwanya. Beliau dengan ringan langsung mengantar sendiri ibunya untuk menemui Zur'ah Al-Qash.

Abu Hanifah merasa tidak perlu membujuk sang ibu untuk mempercayai fatwanya dengan menyatakan bahwa dirinya adalah ahli fiqih yang hebat, atau merasa diri sebagai ulama besar. Abu Hanifah juga tidak mengatakan kepada sang ibu bahwa Zur'ah bukanlah seorang ulama.

Sedangkan kerendahhatian Zur'ah ditunjukkan dengan ucapan, "Engkau lebih berilmu dan lebih memahami ilmu fikih dibandingkan dengan aku". Zur'ah tidak merasa sombong karena didatangi Imam Abu Hanifah dan ibunya untuk meminta fatwa kepadanya. Juga tidak merendahkan Abu Hanifah.

Ketika memberi jawaban, Zur'ah tidak menggunakan kata "aftaituki" (aku berfatwa kepadamu). Ia memilih kalimat, "al-qaul kama qala Ab Hanifah", bahwa ucapanku sama seperti ucapan Abu Hanifah. Penggunaan kata "al-qaul" (perkataan) menunjukkan kesadaran Zur'ah, bahwa ia bukanlah ulama yang pantas mengeluarkan fatwa.

Di sisi lain, Imam Abu Hanifah tidak khawatir penilaian orang. Bisa saja banyak orang akan menggunjingnya. Sebagian orang bisa saja menyatakan, "Ibunya saja tidak percaya dengan fatwa Abu Hanifah, bagaimana orang lain?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun