Aam Permana S
Aam Permana S Freelancer

Mengalir, semuanya mengalir saja; patanjala

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Menjauhi Gibah Ketika Menulis di Kompasiana

7 Mei 2019   12:02 Diperbarui: 7 Mei 2019   12:12 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjauhi Gibah Ketika Menulis di Kompasiana
socialidentitynetwork.com

Menulis di Kompasiana di bulan Ramadhan, sepertinya harus hati-hati. Terutama yang biasa menulis soal tokoh politik atau artis dengan ucapan dan tingkahnya. Jika tidak hati-hati,  kompasianer yang muslim dan menjalankan ibadah puasa, nilai ibadahnya, bisa-bisa tidak sempurna.

Kenapa memang?

Menurut Imam Al Ghazali dalam sebuah risalahnya yang berjudul Al-adab fi Din, muslim yang sedang berpuasa itu harus memerhatikan adab puasa. Salahsatunya menjauhi ghibah atau menggunjingkan orang lain, baik lisan maupun tulisan.

Nah terkait hal itu, diakui, termasuk penulis, ketika menulis untuk Kompasiana, terkadang gatal untuk membuat tulisan bersifat gunjingan, dugaan, analisa dan lain-lain yang mengarah ke ghibah. Beberapa kompasianer, bahkan tergolong jago dan terkenal dalam hal itu. Tulisan mereka pun umumnya disenangi dan mendapat view ribuan.

Di har-hari pertama puasa sekarang pun, jika dicermati, ada sejumlah kompasianer yang tetap menulis sesuatu yang mendekati ghibah. Hebatnya, tulisan itu tetap mendapat tempat yang mewah di halaman Kompasiana karena sifatnya yang menarik tadi. Pelan tapi pasti, jumlah viewnya, terus merangkak, melampaui pengunjung tulisan berbau Ramadhan.

Batalkah puasa kompasianer yang menulis tulisan seperti itu? Sejauh yang diketahui penulis, puasa mereka tidak batal, asal ketika menulis tidak meminum kopi atau merokok (hehe).

Puasa mereka tetap diterima, tetapi, barangkali kurang elok dan tidak sempurna --walau dalam hal ini, tetap Yang Maha Tahu yang bisa memberikan penilaian sempurna dan tidaknya puasa seseorang.

Kendati demikian, ada baiknya, kita sama-sama menjaga dan memelihara adab puasa sebagaimana disampaikan Imam Al Ghazali. Walau yang menilai sempurna tidaknya puasa seseorang adalah Allah SWT, tak ada salahnya kita berusaha menjauhi ghibah; untuk sementara menahan diri untuk menggunjingkan sesuatu yang belum pasti.

Seorang ulama besar, ahli pikir, filsuf Islam terkemuka, sudah barang tentu, tidak akan menyampaikan pemikirannya soal ghibah, jika memang tidak ada manfaatnya bagi manusia, bagi kesucian Ramadhan.

Selain kompasianer, yang harus menjaga adab tersebut, tentu para pembaca Kompasiana selain kompasianer.

Terakhir, marilah kita membaca tulisan yang bermanfaat bagi kehidupan dan bisa menjaga kesucian Ramadhan. Mengetahui tulisan berbau ghibah itu mudah, bisa dilihat sepintas dari judul yang digunakan sang penulis.***

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun