Lebaran Tanpa Mudik. Tanpamu, Dik
Oke, dah lama nih gak bersua dengan kata dalam kompasiana. Biasanya dapat ide itu pas stuck mikir kelanjutan penulisan skripsi, sekarang stuck mikirin mau cari buka gratis di masjid mana,,wkwk
Sebelumnya mohon maaf, judulnya agak awkwkrd..
Tulisan ini dibuat setelah renungan saya akan makna lebaran, dimana saya saat ini akan menjalani lebaran seorang diri di tanah perantauan. Btw, sholat ied-nya jamaah ya, gak sendiri,,wkwk
Lebaran ? Apa sih itu ?
Secara umum, lebaran itu adalah tanda selesainya puasa di bulan Ramadhan. Tapi jika dilihat dari sudut pandang secara emosional, lebaran adalah saat kita berkumpul bersama keluarga, menikmati momen yang mungkin hanya dapat dinikmati setahun sekali. Mengunjungi sanak saudara, tetangga, dan kawan. Menghilangkan semua emosi negatif yang sebelumnya tersimpul dalam hati.
Gimana ? Lebaran itu indah bukan
Lebaran juga identik dengan THR. Dimana para karyawan mendapat uang tambahan untuk bisa berbagi bersama dengan keluarga, membeli baju baru, kue nastar, demi senyum sumringah di hari kemenangan.
Uniknya, di setiap momen lebaran ada tradisi anak-anak diberi uang THR yang kadang jumlahnya puluhan ribu bahkan mencapai seratus ribu. Sayangnya, mereka yang remaja beranjak dewasa malah gak diberi. Dalihnya, "Kamu kan udah besar, jadi gak dikasih yaa". Disinilah persambatan anak remaja di mulai, bukankah yang banyak keperluan itu justru yang sudah remaja menuju dewasa ? Apasih urgensi uang untuk anak-anak selain jajan ? Atau jangan-jangan benar bahwa uang tersebut dikantongi ibunya dengan dalih disimpan sama mama, eh.
Yaa, begitulah.
Lebaran juga identik dengan rumah nenek. Dimana disana terdapat kue rengginang yang berkamuflase dalam kaleng khong guan. Sudah menjadi rahasia umum tentunya, tapi entah mengapa setiap tahun penasaran aja untuk coba buka. Seakan ketika kita buka tutup kaleng, rengginang dengan senangnya berkata, "Taraaa, anda kena prank"