Menulis, bercerita, dan berbagi kekuatan. Pecinta bola yang kadang romantis dan menulis berbagai topik ringan sehari-hari. #COYG
Muslimah yang Diperdebatkan: Kalis Mardiasih, Sebuah Bacaan Menggugah untuk Mengisi Ramadanmu
perempuan selalu salah? Mengapa ia tak boleh bicara? Mengapa perempuan harus menjadi pihak yang paling ikhlas, paling sabar, dan paling tak boleh melawan?---Tubuh Perempuan dan Penghormatan Kepada Hidup
MengapaBicara tentang buku, tidak bisa diperdebatkan bahwa buku adalah pintu cakrawala. Melalui serangkaian kata teruntai rapi, kita diajak berkelana, berpikir, berpetualang dalam rimba ilmu pengetahuan. Begitu Pula dengan buku "Muslimah yang Diperdebatkan" ditulis oleh Kalis Mardiasih.
Kalis Mardiasih mulai dikenal publik ketika tulisannya yang berjudul "Sebuah Curhat Untuk Girlband Hijab Syar'i" terbit di situs Mojok.co dan dibagikan lebih dari 17 ribu kali. Sejak saat itu Kalis rajin menulis dan tulisannya tak pernah bergeser dari isu keperempuanan. Begitu juga dalam bukunya yang satu ini, berfokus kepada tubuh, kerudung, kemanusiaan, dan religiusitas perempuan.
Muslimah yang Diperdebatkan, Memaknai Kembali Kesamaan hak Laki-laki dan Perempuan
Pertama kali terbit di tahun 2019, buku Muslimah yang Diperdebatkan bagi saya cukup menarik menjadi bahan bacaan kita semua. Pada dasarnya (meski banyak perdebatan), laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama-sama harus diperjuangkan.
Banyak kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan yang mestinya ditunaikan dan perlakukan tanpa ada perbedaan atau tebang pilih, misalnya hak mendapatkan pendidikan dan pekerjaan.
Dalam buku Muslimah yang Diperdebatkan, Kalis Mardiasih berbicara tentang banyak hal yang berkaitan dengan hak-hak kaum perempuan yang terkadang dipandang sebelah mata oleh sebagian orang, terlebih oleh kaum laki-laki.
Beberapa diantaranya, mengenakan kain kerudung saat bekerja adalah salah satu hak bagi kaum perempuan muslimah. Sayangnya, masih ada negara dan tempat kerja yang tak membolehkan perempuan muslimah mengenakan jilbab saat bekerja.
Misalnya, peraturan yang dikeluarkan oleh pengadilan Eropa yang melarang pekerja mengenakan pakaian yang memuat simbol pemikiran maupun agama, utamanya di lingkungan profesional. Peraturan itu paling kuat tentu merujuk kepada pemakaian jilbab.
Pendidikan adalah termasuk hal prioritas dalam kehidupan.
Artinya, pendidikan semestinya tak boleh diabaikan oleh setiap orang, baik laki-laki maupun kaum perempuan. Islam juga mengajarkan agar kita selalu berusaha menimba ilmu, di mana saja, kapan saja, selama hayat masih dikandung badan. Sayangnya, masih ada sebagian orang, biasanya dari aliran Islam garis keras, yang memandang bahwa kaum perempuan tak perlu mengenyam pendidikan tinggi-tinggi.
Kalis Mardiasih merasakan kegeramannya saat melihat meme yang diunggah oleh aliran garis keras, berupa gambar laki-laki yang lari terbirit-birit dikejar perempuan berpendidikan S2 dan S3.
Meme tersebut secara tidak langsung telah menumpulkan hak kaum perempuan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi. Hal ini tentu bertolak belakang dengan ajaran Islam tentang kewajiban menuntut ilmu sepanjang hidup bagi laki-laki dan kaum perempuan.
Terdapat sebuah hadist tentang kewajiban menuntut ilmu baik bagi muslimin maupun muslimat.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda:
"Tholabul Ilmi Faridhotun ala kulli muslimin wal muslimat."
Artinya : "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat"
Lebih lanjut, Kalis dalam bukunya itu memberikan cerita gambaran sejarah perjuangan kaum perempuan di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah perjuangan Nyai Ahmad Dahlan bersama Aisyiyah. Pada tahun 1919, mereka sudah mampu mendirikan TK alias Busthanul Athfal yang hingga kini jumlahnya sudah mencapai 5.865 buah. Dan sekarang, perguruan tinggi Aisyiyah itu telah tersebar di mana-mana (Muslimah yang Diperdebatkan, halaman 25).
Pemikiran-pemikiran Kalis Mardiasih tentang hak-hak kaum perempuan yang harus ditunaikan dalam buku Muslimah yang Diperdebatkan sangat menarik untuk dikaji, harapannya ke depan tak ada lagi hak-hak kaum perempuan yang ditindas atau tertindas oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan agama. (*)