Menyukai tulisan2 ringan dengan topik psikologi populer, perencanaan kota dan daerah, kuliner, handycraft, gardening, travelling...terutama yang kekinian
Memaknai Ta'jil yang Sebenarnya
Sobat Kompasiana, pasti tak asing dengan kata ta'jil, apalagi kalau memasuki bulan Ramadan seperti ini. Orang sering salah kaprah mengartikan kata ta'jil sebagai makanan buka puasa, karena awalnya berbagai media massa menyebut makanan buka puasa sebagai ta'jil. Kita pun sebagai orang awam menjadi kompromis terhadap istilah ini dan terbiasa menyebut makanan pembuka puasa menjadi ta'jil.
Lalu, apa sebenarnya makna ta'jil yang sebenarnya?
Kata takjil menurut situs id.quora.com merupakan kata serapan dari kata taʿjīl dalam bahasa Arab yang merupakan kata benda verbal dari ʿajjala yang berarti "mempercepat". Kata tersebut berakar dari kata ʿ-j-l yang memiliki makna yang melingkupi persegeraan atau percepatan. Sebagai contoh, salah satu kata yang juga berakar dari kata tersebut, mustaʿjal, bermakna urgen atau mendesak.
Jadi, sebenarnya ta'jil bermakna mempercepat atau menyegerakan. Tidak ada hubungannya sama sekali dengan makanan buka puasa. Seperti halnya hadits Nabi Muhammad SAW (HR. Muttafaq alaih) : “La yazalunn asu bikhairin ma ‘ajjaluuhul fithra, yang artinya: Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka (puasa).
Sobat Kompasiana jangan salah sebut lagi ya. Misalnya kita akan mengatakan akan berta'jil dengan kurma, maka pemaknaan yang benar adalah kita akan menyegerakan berbuka puasa dengan kurma, bukan "makanan berbuka puasa" kita adalah kurma.