Belanja Makanan Itu Satu Cukup, Beli Dua Pun Habis
Mata saya menangkap tulisan promo tertera di rak aneka makanan. Tanpa berpikir lama, kaki bergegas melangkah. Tangan pun segera menjangkau barang yang promo. Segera memasukkannya ke dalam keranjang belanja. Lumayan. Beli dua dapat satu. Harganya lebih murah daripada kalau beli satuan.
Sekarang pindah ke rak lain. Ada beberapa kebutuhan bahan pokok untuk rumah yang belum dibeli. Membeli mie instant, susu, teh, dan roti. Sekalian juga gula pasir. Sudah sejak Maret gula harganya melambung. Harga Rp.15.000 sudah tergolong murah di warungan. Kalau bukan di supermarket atau di minimarket, tidak mungkin bisa membeli dengan harga eceran harga yang ditetapkan Rp. 12.500.
Wah, masih ada beberapa kemasan gula 1 kilogram di rak. Segera saya ambil satu buah. Sempat menimbang perlu atau tidaknya mengambil lagi tapi kemudian tidak jadi. Cukuplah untuk membuat teh manis. Saya mau berputar dulu. Siapa tahu masih ada yang diskon-diskon lainnya.
Namun baru beberapa langkah berjarak, ada yang bertanya gula pasir pada pegawai supermarket. "Habis bu, nanti saja kalau ada lagi beli." Saya yang ikut mendengarnya tiba-tiba jadi terpikir. Kenapa tadi cuma ambil satu? Kenapa nggak dua? Habis kan? Ih kenapa sih bisa ada pikiran aneh seperti ini, padahal ada yang nggak kebagian?
Kalau dianggap lebih murah, pasti langsung beli. Senang kalau ada diskon dari yang cuma 10 % hingga 50 %. Ujung-ujungnya, belanjaan lebih banyak yang melenceng dari rencana semula dari rumah. Mau beli satu malah jadi dua.
Apalagi, supermarket sekarang komplit. Ada makanan yang mentah dan ada makanan yang matang. Bisa sekalian belanja. Sehingga, belanja terkadang melebihi kebutuhan. Kue aneka rupa yang sebenarnya tidak perlu-perlu amat untuk dibeli. Alhasil pas sadar, sebenarnya apa sih yang mau dibeli? Itu kalau belanja kebutuhan konsumsi di supermarket.
Padahal sih, kalau semua sudah tersaji di depan meja menjelang berbuka puasa, nggak akan semuanya habis. Baru minum teh manis dan lontong saja, belum termasuk nasi lauk sudah kenyang. Ups, lontong dan nasi sama-sama karbohidrat, ya?
Intinya, kalau tidak dikendalikan membeli maka takjil bisa bersisa bahkan sampai jam sahur tiba. Saat puasa, perut cepat merasa kenyang. Menghabiskan banyak makanan sekaligus justru tak sanggup. Keinginan saat masih berpuasa, beda banget dengan kemampuan menghabiskannya saat berbuka puasa.
Kalap Belanja Makanan
Kalap belanja makanan itu, menurut saya, biasanya dipengaruhi situasi yang mendorong, ketersediaan barang konsumsi, tidak mampu mengendalikan diri dan juga ada uangnya juga untuk membeli. Maksudnya begini, situasi ketersediaan pangan dan kekhawatiran kehabisan yang membuat keinginan belanja begitu menggebu.