Harapan Ramadan dari Seorang Non Muslim
(Samber 2020 Hari 1 & Samber THR)
Saya memulai tulisan ini dengan respek yang sangat tinggi terhadap sesama dan keluargaku yang beragama Muslim. Bangga bagiku ketika sebagai seorang Katolik, saya menulis sebuah harapan Ramadan, bulan penuh berkah, yang mungkin saja mewakili harapan semua umat manusia.
Sebagaimana saya merayakan Paskah kemarin secara online, di mana perayaan Paskah dilakukan melalui pertemuan virtual yang ditandai dengan konektivitas internet, sesama umat Muslim juga pasti membuka puasa kali ini dengan cara yang sama.
Ketidaklaziman ini tentu membawa ketidaknyamanan bagi kita, namun sesungguhnya bila ibadah dan puasa dihayati dengan sungguh-sungguh maka kelaziman dan tidak lazim hanyalah sebuah perbedaan tanpa makna.
Kondisi ini juga terjadi di belahan bumi lain dan penyebabnya juga hal yang sama yakni pandemi covid-19 atau lebih familiar disebut virus corona.
The Guardian tanggal 23 April 2020 menarasikan seorang Muslim bernama Haista Shiraz (Umur 34 tahun). Dia tidak mempunyai keluarga di daerah Westchester, Manhattan utara. Lima tahun lalu setelah bercerai dengan suaminya, janda malang ini meninggalkan kampung halamannya di Atlanta, Georgia, dan kemudian menetap di New York, satu-satunya tempat lain yang terdapat sanak keluarganya.
Sayangnya, di New York, janda miskin itu membesarkan kedua anaknya dengan susah payah. Minimnya relasi dengan sesama dan perhatian dari keluarganya menyebabkan Shiraz menyendiri di setiap bulan Ramadhan.
Singkat cerita, tahun ini bakal menjadi bulan Ramadhan yang paling sulit baginya karena kesulitan berinteraksi setelah pemerintah menyerukan lock down.
Kisah Shiraz yang malang itu juga mudah ditemukan di Indonesia, yah, negeri kita yang juga tak luput dari 'iblis' covid-19. Hanya saja Shiraz lainnya di Indonesia cenderung menyasar di desa, kampung dan pedalaman yang terisolir sehingga luput dari liputan pers. Maklum saja di negeri ini, kota biasanya lebih empuk disasar pers dari pada kampung.
Dalam bulan yang suci ini, saya cukup yakin bahwa banyak konten doa tak menyasar jauh dari penghindaran terhadap ancaman virus corona.