Silaturahmi Tanpa Sekat
(Samber 2020 Hari 5 & Samber THR)
Hantaman pandemi covid-19 menyasar nyaris segala lini kehidupan manusia. Sosialitas sebagai ciri natural manusia pun seolah-olah dibatasi, yah seperti social distance. Pembatasan sosial ini pun dianggap mengakihiri interaksi manusia dengan sesamanya sebagai makhluk sosial.
Bukan Cuma itu, aspek religiusitas yang belakangan ini diagung-agungkan oleh banyak aliran keagamaan pun terkesan luluh lantak karena gempuran virus corona yang oleh WHO ditetapkan sebagai pandemi. Namun demikian, sebagai manusia kita tidak boleh mengalah begitu saja pada virus 'iblis' itu.
Ketika segala macam jenis ibadah, perkumpulan keagamaan, dan pertemuan profan lain dibatasi maka kita perlu mencari cara lain untuk tetap melangsungkan ibadah, perkumpulan atau kegiatan lainnya. Prosedural dan kuantitas boleh tiada namun tidak untuk substansi.
Salah satu kebiasaan yang juga mengumpulkan sekian orang dan kerap dilakukan selama ini adalah silaturahmi. Silaturahmi niscaya dilakukan ketika bulan Ramadan tiba seperti saat ini. Sayangnya, social distance telah membatasi ruang gerak silaturahmi. Padahal silaturahmi adalah salah satu dari sekian banyak pengajaran Rasulullah SAW untuk membina kehidupan sosial. Silaturahmi juga berisi muatan komunikasi yang menjamin harmonisasi, keserasian dan kekerabatan antar manusia.
Dalam buku Keajaiban Salat, Sedekah, dan Silaturahmi tulisan H. Amirulloh Syarbini, M.Ag, istilah silaturahmi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu shilah dan ar-rahim/ar-rahmi. Kata shilah berasal dari washala, yashilu, washlan, wa shilatan yang berarti hubungan atau menghubungkan. Sedangkan ar-rahim berarti kerabat yang masih ada pertalian darah. Ar-rahim juga berarti rahmah, yaitu lembut, penuh cinta, dn kasih sayang. Jadi dari etimologis di atas, silaturahmi adalah menghubungkan tali kekerabatan atau menghubungakan rasa kasih sayang.
Lebih lanjut dijelaskan dalam buku tersebut bahwa Rasulullah telah menunjukkan begitu pentingnya keutamaan silaturahmi ketika beliau melakukan perjalanan ke Madinah. Ketika itu Nabi menyatukan kembali jalinan silaturahmi dua kabilah yang selama puluhan tahun terputus , yaitu kabilah Aus dan Khajraz. Tindakan sang Nabi berdampak positif pada pembangunan masyarakat yang maju di Madinah.
Makna silaturahmi yang maha penting itu mendesak kita untuk tetap menjalankannya dalam situasi apa pun termasuk dalam situasi yang demikian pelik ini. Kita mesti memastikan bahwa silaturahmi tak boleh disekati oleh ruang dan waktu. Artinya silaturahmi tak boleh putus dengan kerabat kerja, teman kantor, rekan bisnis atau keluarga yang berjauhan, dalam situasi dan waktu apa pun. Social distance tidak serta merta dijadikan sebagai alasan untuk menghentikan silaturahmi karena sesungguhnya banyak cara untuk menjalankannya.
Agar jalinan pertalian kasih sayang yang diwujudkan dalam silaturahmi tetap berjalan, menurut saya ada beberapa cara yang dapat ditempuh. Di antaranya adalah mengunjungi secara langsung, melalui surat, melalui telepon, melalui email dan melalui media sosial lainnya berupa facebook, WA, twiter, instagram dan lain-lain.
Dari sekian tawaran di atas, dalam pengalaman di masa pandemi ini saya sering menggunakan WA sebagai sarana ampuh untuk menjalin silaturahmi dengan sesama teman kantor dari latar belakang agama, suku dan ras yang berbeda. Kerap kami menanyakan keadaan, bergurau, curhat dan berdiskusi hangat melalui media itu, sehingga tak ada kesan bahwa virus corona mengaburkan substansi silaturahmi. Kunjungan langsung di masa pandemi ini untuk sementara kita batasi, namun bila terpaksa dilakukan maka jangan lupa protokol yang disodorkan pemerintah tetap menjadi panduan.