Rini Wulandari
Rini Wulandari Guru

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Gadis Badut Kecil dan Ribetnya Solusi Atasi Lingkaran Setan Gepeng!

14 Maret 2024   10:00 Diperbarui: 21 Maret 2024   10:28 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadis Badut Kecil dan Ribetnya Solusi Atasi Lingkaran Setan Gepeng!
Ilustrasi badut di jalanan sumber gambar kumparan

Butuh koordinasi dengan Pemda daerah asal, karena permasalahan PMKS gelandangan sangat kompleks dan tak bisa hanya diselesaikan pemangku kepentingan di Jakarta saja. Solusinya tidak bisa sektoral, karena jumlahnya kian bertambah lantaran tak ada penanganan komprehensif dari pemerintah.

"Mereka sudah terperangkap dalam kehidupan kota yang memang tidak memberikan mereka kesempatan," ujar pihak Kepala Satpol PP DKI Jakarta.

Ilustrasi penertiban gepeng oleh satpol PP sumber gambar detikcom
Ilustrasi penertiban gepeng oleh satpol PP sumber gambar detikcom

Bahkan di bulan Ramadan 2023, ada 2.086 Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) yang terjaring razia Satpol PP DKI sejak 9 Februari hingga 10 April 2023. Jakarta dikepung pengemis yang memanfaatkan momentum bulan Ramadan (dengan meminta-minta),padahal tak semua pengemis merupakan orang yang tidak mampu. Berdasarkan temuan Satpol PP DKI, pendapatan para pengemis justru jauh lebih tinggi daripada pekerja di Ibu Kota.

Sampai dengan saat ini, pilihan menjadi pengemis tetap marak, karena instan mendapatkan uang di pinggir jalan, di tempat keramaian, di sentral ekonomi, pasar belanja kemudian juga tempat ibadah, masjid memanfaatkan kebaikan hati orang. 

Dan setelah lari lintang pukang di kejar satpol PP dan terjaring razia, para PPKS itu diserahkan ke Dinas Sosial (Dinsos) DKI Jakarta untuk diasesmen. 

Asesmen itu bertujuan untuk mendata apakah para pengemis tersebut memiliki keluarga atau tidak punya, hingga mengecek pengemis itu berKTP DKI atau bukan.

Lantas tinjauan dari sisi hukum bagaimana?. Gelandangan adalah mereka yang hidup tanpa rumah, pekerjaan tetap, dan kehidupan yang layak di masyarakat. Sedangkan pengemis adalah mereka yang hidup dengan meminta belas kasihan kepada orang lain di tempat umum.

Gelandangan dan pengemis digolongkan ke dalam Pasal 504 dan 505 KUHP yang miskin telah menyatakan bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh para gelandangan dan pengemis tersebut diancam dengan pidana penjara dan denda. Sepertinya jika ini yang terjadi, para gepeng akan memilih bayar denda daripada dilarang mengemis.

Sebaliknya, UUD 1945 dalam Pasal 34 telah menegaskan bahwa orang miskin dan anak terlantar diurus oleh negara dan negara akan membina sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan pemberdayaan masyarakat yang lemah dan tidak mampu berdasarkan nilai dan martabat kemanusiaannya. 

Penegakan hukum untuk penanganan gelandangan dan pengemis belum berjalan secara optimal karena hukum pidana lebih banyak terkait dengan pemidanaan daripada pembelaan. 

Penegakan hukum untuk penanganan gelandangan dan pengemis harus diselaraskan dengan hukum yang lebih tinggi dan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. 

Pasal 504 dan Pasal 505 Peraturan Perundang-undangan tidak mengikat karena bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi, padahal gelandangan dan pengemis tidak melakukan perbuatan melawan hukum.

Dan pada akhirnya lagi-lagi mereka kembali ke jalanan, dan kembali menjadi "buruan" satpol PP. Lari tapi nanti kembali lagi. Fulus para dermawan terlalu menggiurkan untuk dilewatkan!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun