Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat
Ngabuburide Kali Ini Harus Berakhir di Labkom!
Setiap tusuk sate berisi lima daging dengan ukuran dua kali ukuran sate di tempat lain. Dan yang menarik tentu saja bumbunya, tak cuma bumbu kacang, tapi ada pilihan toping bumbu khusus yang jadul, kecap dan cabe rawit iris yang pedas. Ditambah nasai pulen panas, aduhai.
Tapi kalau pilihannya jatuh pada mie Aceh, jika kantong sedang cekak pilihannya ke penjual Mie Tauris, di bilangan daerah Peurada Utama di jalur jalan raya utama menuju kota. Sekitar lima kiloan dari rumah.
Tapi jika mau habis-habisan soal kepuasan rasa kami akan memilih kedai mie Midi di daerah Peuniti di pusat kota. Menu favoritnya adalah mie Aceh dengan tambahan kepiting, cumi atau tirom atau tiram.
Meski dibanderol dengan harga lumayan dibanding tempat lain sekitar 25 ribu rupiah per porsi, tapi cita rasanya seperti kata mantan walikota Banda Aceh, Pak Aminullah, cuma punya tiga rasa; enak, enak sekali dan sangat enak!.
Tapi jika cuma mau berleha-leha sambil menikmati udara pantai yang semilir di bawah cemara kami memilih ke Pelabuhan Ulheleue. Pelabuhan utama penyeberangan ke Pulau Sabang, Pulau di mana titik Nol Indonesia berada.
Makanan yang disajikan disana sangat khusus, jagung bakar dan gorengan. Menikmati buka puasa di pinggir pantai punya kepuasan sendiri.
Padahal sejak tsunami, daerah itu nyaris ditinggalakna para penduduknya, karena hampir setengah kilo pemukiman penduduknya lenyap menjadi lautan. Dan lokasi itu menjadi salah satu episentrum tsunami yang paling dahsyat, karena dari sana juga sebuah kapal pembangkit listri yang bobotnya 600 ton diseret ombak tsunami hingga 5 kilo jauhnya.
Tapi kini justru menjadi salah satu situs wisata tsunami terkenal. Apalagi disana terdapat sebuah masjid bernama Baiturrahim, measjid yang berada tepat di bibir pantai darimana ombak raksasa tsunami datang.
Tapi anehnya justru masjid itu menjadi satu-satunya bangunan yang tinggal, sementara ratusan bangunan beton lainnya ambruk di bobol tsunami.
Itulah paling tidak tempat favorit saya sekelurga saat ramadan, hampir setiap tahunnya. Bagaimana dengan sahabat kompasianer lainnya. Jika kapan-kapan ada waktu ke Banda, saya bersedia kok di traktir ;),