Budaya Konsumerisme Menjelang Lebaran: Mumpung Diskon Besar-besaran, Kapan Lagi?
Fenomena Menjelang Lebaran
Sebagai orang Indonesia yang beragama islam, tentu lebaran menjadi hari yang sangat penting. Setelah sebulan lamanya berpuasa, orang akan berbondong bondong untuk merayakan hari raya ini.
Menghabiskan waktu dengan orang yang tersayang, bercengkarama dengan keluarga, dll. Euforia hari raya tentu membawa situasi yang positive di tengah kesibukan bekerja, kuliah, bisnis, dsb dan mudik menjadi salah satu perilaku tiap tahun warga Indonesia yang bahkan --secara tdk langsung, sudah menjadi kultur yang sangat kental.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat, pergerakan arus mudik tahun 2023 meningkat signifikan dibanding tahun 2022. Pada Tahun 2022, 85 juta orang melakukan perjalanan mudik sedangkan Tahun 2023, meningkat sampai 45,6% atau sebanyak 125 juta orang.
Berdasarkan data tersebut, kita bisa menilai sendiri bagaimana antusiasme masyarakat untuk bisa bertemu dengan sanak saudara yang mungkin sudah lama tidak dikunjungi. Tentu, adanya effort yang sangat besar bagi para pemudik supaya pertemuan singkat nya menjadi lebih bermakna.
Salah satunya adalah bisa tampil dengan elegan di lingkup sanak saudaranya. Ya, bisa dibilang menjelang lebaran masyarakat Indonesia sangat antusias dengan Belanja. Dari mulai pakaian, barang, makanan, peralatan, bahkan hingga barang mewah sekalipun. Terlebih setelah adanya Tunjangan Hari Raya (THR). Menjelang lebaran toko toko perbelanjaan laris diburu oleh berbagai kalangan yang menyebabkan ramai dimana mana.
Nah, iklim tersebut sudah "mendarah daging" di kalangan masyarakat Indonesia. Tentu, para pebisnis pun sangat memanfaatkan momen tersebut untuk mencari profit sebesar besarnya. Para customer juga mencari diskon besar besaran supaya ia bisa membeli barang dengan banyak ataupun dengan harga yang lebih murah. Benar benar simbolisme mutualisme sih, hehehe.
Tapi, ada satu hal sih yang perlu diperhatikan juga sih. Budaya belanja di hari raya sering menjadi menjadi "bumerang" bagi kita. Karena antusiasnya tinggi dan pola pikir "ah gapapa setahun sekali juga" menyebabkan kita dengan mudah mengeluarkan uang kita yang bahkan sampai tidak terkontrol. Jika kita merasa seperti itu, berarti kita sedang terjebak kedalam budaya konsumerisme.
Budaya Konsumerisme
Collin Campbell menerangkan bahwa konsumerisme merupakan kondisi sosial ketika budaya konsumsi menjadi kebutuhan utama banyak orang yang bahkan menjadi tujuan utama.
Konsumerisme ada ketika tindakan seseorang untuk membeli barang dan jasa secara berlebihan demi memuaskan keinginan diri tanpa melihat dampak setelahnya.