Kelebihan Toleransi dalam Islam: Puasa saat Safar
Dalam perjalanan hidup, seringkali kita dihadapkan pada situasi yang memerlukan fleksibilitas dalam menjalankan ibadah. Islam, sebagai agama yang penuh kasih sayang dan pengertian, memberikan kemudahan bagi umatnya, termasuk dalam masalah puasa saat safar (bepergian jauh).
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ:
كُنَّا نُسَافِرُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ يَعِبْ الصَّائِمُ عَلَى الْمُفْطِرِ، وَلاَ الْمُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ.
Dari Anas ibn Malik, dia berkata:
Kami biasa bepergian bersama Nabi saw. Yang berpuasa tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka juga tidak (mencela) yang berpuasa.
(Sahih al-Bukhori no. 1811)
Rasulullah telah mengajarkan kepada kita tentang sikap saling menghormati dan tidak mencela antara yang berpuasa dan yang berbuka saat safar. Ini adalah salah satu contoh nyata dari kelebihan toleransi dalam Islam.
Islam memberikan kemudahan kepada umatnya dalam menjalankan ibadah, termasuk puasa, terutama dalam situasi-situasi yang membutuhkan adaptasi seperti safar. Ini menunjukkan rahmat dan kearifan Allah SWT yang memahami kondisi dan kebutuhan hamba-Nya.
Meskipun diberikan kemudahan untuk tidak berpuasa saat safar, Islam juga memberikan pilihan kepada setiap hamba-Nya untuk tetap berpuasa jika mereka merasa mampu melakukannya tanpa membahayakan kesehatan atau mengganggu perjalanan mereka. Ini menunjukkan bahwa Islam mendorong umatnya untuk bertindak secara bijaksana dan proporsional sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Dalam Islam, saling menghormati dan tidak mencela satu sama lain adalah nilai yang sangat dijunjung tinggi. Baik yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa saat safar, keduanya harus saling memahami dan menghargai pilihan yang diambil oleh sesama muslim. Ini merupakan wujud nyata dari sikap toleransi, pengertian, dan persaudaraan dalam Islam.