Memaknai Malam Ganjil di Sepuluh Hari Terakhir Ramadan
Tak terasa Ramadan tahun ini sudah sampai pada malam dua puluh satu atau yang biasa disebut dalam istilah Jawa selikuran.
Tentunya kita harus banyak bersyukur telah diberikan nikmat sehat dan sempat sehingga bisa melaksanakan ibadah puasa sampai pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan tahun ini.
Hari-hari di penghujung Ramadan seakan menjadi alarm bagi yang berada di perantauan atau yang tinggal jauh dari sanak keluarga. Bagi yang tidak terikat dengan kontrak kerja atau berwiraswasta banyak yang memilih untuk pulang duluan dan menghabiskan menjalani puasa Ramadan di kampung halaman.
Keinginan serta niat dalam menunaikan puasa pada hari-hari istimewa pada akhir Ramadan. Momen yang hanya ada sekali dalam satu tahun ini jangan sampai terlewatkan. Karena malam Lailatul Qadar diperkirakan turun pada malam sepuluh hari terakhir bulan Ramadan dan diutamakan pada malam-malam ganjil mulai malam 21 hingga 29 Ramadan.
Secara etimologis, lailatul qadar terdiri dari dua kosa kata, yaitu lail atau lailah yang berarti malam hari, sedangkan qadar bermakna ukuran atau ketetapan.
Sebagai umat muslim yang menjalankan ibadah puasa yang hukumnya wajib ini malam Lailatul Qadar sangat ditunggu dan jangan sampai berlalu begitu saja, karena belum tentu tahun depan kita bisa bertemu lagi dengan malam yang begitu mulia dan penuh fadilah ini.
Memasuki sepuluh hari terakhir puasa Ramadan ada rasa senang sekaligus juga sedih. Senang karena semakin mendekati lebaran, sedih karena enggan ditinggalkan Ramadan.
Malam yang dirahasiakan agar kita senantiasa khusyuk beribadah
Malam Lailatul Qadar adalah malam mulia yang tiada bandingannya, karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran sehingga setara dengan kemuliaan seribu bulan.