Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan
Serba-serbi Renungan Ramadhan
Secara tak sengaja, mungkin melalui mekanisme algoritma, saya mendengar seorang penceramah di Youtube. Tidak seperti biasanya, seolah ada malaikat (atau apapun itu) yang mendorong saya untuk duduk dan khusyu mendengar uraiannya. Kesan saya: lidahnya lincah, narasinya sederhana, logika bahasanya runut dan runtut, referensinya solid, topiknya aktual dan spektrum wawasan keislamannya begitu luas. Subhanallah.
Saya merenung dan menyadari: dibanding penceramah itu, sungguh saya masih perlu membaca dan merenung lebih banyak. Tak punya hak membanggakan apalagi menyombongkan kapasitas diri.
*-*-*
Di tempat lain, sering kali, sebelum pertemuan rutin dimulai di pagi hari, dari rumah saya sudah berniat dan bertekad: tidak akan (alias berpuasa) ngomong selama pertemuan berlangsung. Entah kenapa, begitu pertemuan dimulai, mulut dan pikiran selalu terpicu dan secara spontan nyerocos dengan nada tinggi untuk meluruskan logika dan argumen yang bengkok yang disampaikan peserta pertemuan. Astagfirullah.
*-*-*
Lalu terkesima melihat seorang yang selama ini terlihat biasa saja dalam soal ketaatan beragama. Begitu Ramadhan tiba, ia terlihat berpuasa sangat khusyu'; tak ada shalat tarwihnya yang bolong; shalat lima waktunya terus berjamaah di masjid; dan tetap bekerja seperti biasa.
*-*-*
Teringat kepada mereka (dan itu banyak) yang tetap berpuasa meskipun harus bekerja dengan tenaga dan keringat. Pahala puasanya mungkin akan jauh lebih besar dibanding saya yang kerja kantoran di ruang yang ber-AC.
*-*-*
Di sebuah acara, tiba-tiba saya bertemu dengan seorang sahabat yang tidak berpuasa. Sepintas saya membatin: lho, kok tidak puasa ya? Tapi saya urung menegurnya. Boleh jadi sahabat itu punya alasan syar'i untuk tidak berpuasa: sakit atau baru tiba dari perjalanan (safar) panjang yang melelahkan.