Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan
Ramadhan Membakar Ramadan
Apa perbedaan makna antara kata ramadhan (perhatikan hurup dh) dan ramadan (perhatikan hurup d)?
Persoalan salah eja dalam penulisan-dan-pengucapan aksara asing memang bisa menjadi serius. Tapi bisa juga disikapi sesantai mungkin. Tergantung perspektif apa yang dijadikan acuan.
Bagi mereka yang ketat dan ngotot soal transliterasi dan typo (salah ketik) biasanya akan mengambil contoh sederhana untuk membuktikan betapa seriusnya masalah ini: kata bibi dapat menjadi babu atau babi. Perubahan hurup vokalnya saja (a dan i) bisa membanting maknanya dan mengobok-obok emosi.
Sebaliknya, bagi yang menyikapinya secara santai akan berargumen begini: pada akhirnya, bahasa adalah-dan-untuk komunikasi, dan inti komunikasi adalah pemahaman. Kalau sudah saling paham, ya sudah.
*-*-*
Dasar pemikiran itu juga berlaku terhadap ejaan penulisan-dan-pengucapan kata bahasa Arab (yang sudah diindonesiakan/dimelayukan) yaitu kata ramadhan (perhatikan hurup dh) dan Ramadan (perhatikan hurup d).
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kelima), bentuk baku yang digunakan adalah ramadan (dengan hurup d). Namun ada penjelasan tambahan: Ramadhan (dengan hurup dh) adalah bentuk tidak bakunya.
Masalahnya, dua kata Arab itu (ramadhan pakai dh dan ramadan pakai d) memiliki arti yang sungguh berbeda.
Kata ramadhan (dengan hurup dh) berarti bulan puasa, berasal dari kata kerja tiga hurup (ra'-mim-dhad), yang bermakna segala hal yang tajam-menusuk seperti panas terik matahari, api, benda tajam dan sebagainya; Makanya juga diartikan mengasah dan membakar-terbakar. Dapat pula diartikan segala sesuatu yang menciptakan rasa kesakitan dan kesulitan, atau sesuatu yang menghancurkan.
Beberapa riwayat menyebutkan, bahwa Ramadhan adalah salah satu nama Allah. Karena itu, sebagian mazhab Islam memakruhkan jika menyebut kata ramadhan saja. Karena itu, pada setiap kata ramadhan harus disebut kata syahru (bulan) di depannya, yakni syahru ramadhan (bulan ramadhan). Namun hadits dari riwayat Abu Ma'syar Najih tersebut dianggap lemah.