Setan yang Tak Sepenuhnya Dapat Dibelenggu di Bulan Ramadhan
Artinya, pengertian setan tidak mesti berupa makhluk tak kasat mata. Ia kadangkala bukan person, tetapi lebih kepada sifat, yang menjauhkan manusia dari kebenaran.
Maka setan bisa diidentikkan dengan manusia itu sendiri, yang jauh dari kebenaran, dan kerjanya menggoda manusia dengan bisikan kata-kata, maupun tindakan yang menarik untuk diikuti orang lain, dan kemudian lalai.
Orang-orang modern agaknya sulit membayangkan person setan yang berupa roh jahat itu. Kajian-kajian hermeneutika di barat pasca Heidegger membahas soal ini. Misalnya Rudolf Bultmann dengan konsep demitologisasinya.
Juga Paul Ricoeur yang menyebut penerimaan terhadap hal mistik sebagai suatu kenaifan. Menerimanya begitu saja adalah naif, sedang menerimanya dengan penjelasan rasional adalah kenaifan kedua.
Walaupun begitu, perbuatan jahat kerapkali mengkambinghitamkan setan dalam pengertian roh jahat itu. Demi menghindari menyalahkan diri sendiri. Maka dari person yang berupa roh, setan berubah menjadi perilaku manusia itu sendiri. Setan ini dapat dilihat perwujudannya dalam interaksi manusia.
Kini interaksi manusia lebih banyak di kehidupan maya, media sosial. Di sana, antara manusia yang baik dan manusia yang setan bercampur baur, namun tetap dapat diidentifikasi berdasarkan kesamaannya dengan sifat setan yang sudah dijelaskan: menggoda, menyesatkan, membisikkan kata-kata indah yang membungkus kemaksiatan.
Pada perkembangannya, selain setan-setan itu akan berwujud sebagai konten medsos yang menarik-narik manusia agar merugikan diri sendiri--misalnya challenge menyakiti diri sendiri seperti yang lagi trend di kalangan anak muda--setan-setan itu juga bisa berwujud gawai kita sendiri.
Gawai adalah benda yang hampir tidak bisa kita lepaskan. Belakangan gawai ini banyak menggoda kita untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat, pekerjaan yang sia-sia.
Sejatinya, gawai atau smartphone merupakan berkah kemajuan teknologi yang akan memudahkan kita meningkatkan kualitas hidup, nyatanya bisa jadi setan yang membuat kita menjadi tidak berakhlak. Kita selalu tergoda untuk menyebar berita hangat, yang mungkin sebagiannya hoaks.
Misalnya juga gara-gara memegang gawai, kita tak memerhatikan lawan bicara. Kita menjadi makhluk yang asosial, lebih senang berinteraksi dengan orang yang jauh ketimbang orang di dalam rumah, tetangga, dan masyarakat sekitar. Akhirnya kerjasama sosial di lingkungan sendiri tidak berjalan dengan baik.
Jika dilarikan ke hadis tentang setan-setan yang dibelenggu di atas, apakah setan yang berwujud gawai ini bisa melemah godaannya di bulan ramadhan ini? Apakah puasa kita dapat menahan kita dari meletakkan gawai di atas segala-galanya dan mengabaikan tanggungjawab sosial di sekitar kita?
Semua tergantung kita. Wallahu a'lam.