Lebaran Spesial: Bertabur Syukur, Berbaju Kain Sarung
Lebaran Idul Fitri 1443 H sebentar lagi. Itulah saatnya merayakan kemenangan lahir batin dan sekaligus saat yang tepat untuk memberi arti lebih dalam atas ibadah puasa yang sebelumnya telah dilakukan sebulan penuh.
Banyak yang merayakan dengan penuh keceriaan bersama sanak saudara dan handai taulan, namun ada juga yang memanfaatkan lebaran untuk berbagi dengan yang kurang beruntung, mereka yang tidak sempat berpikir membeli baju baru untuk anaknya.
Ada berbagai cara merayakan hari kemenangan di era milenial ini. Ada yang cukup gembira ria dengan ikut berpartisipasi dalam takbir keliling pada malam lebaran; ada yang dengan berbaju baru atau membeli gadget baru; ada yang pulang kampung ketemu sanak saudara dan handai taulan; ada yang makan-makan bersama tetangga dan teman dekat. Tidak sedikit juga yang pelesir ke tempat wisata istimewa yang belum pernah dikunjungi sebelumnya. Beberapa lagi mungkin tidak ke mana-mana dan tidak berbuat apa-apa.
Beda jaman, beda umur dan beda pengalaman bisa membuat isi kepala menjadi berlainan dalam cara merayakan hari besar Islam ini. Namun ada persamaan yang sulit dibantah, baik dahulu maupun sekarang, baik yang tua maupun yang muda, apapun keadaannya bahwa hari lebaran selalu terasa spesial. Ada kegembiraan bersama yang terasa tidak biasa dan tidak terjadi pada hari-hari lain.
Kegembiraan bersama itu ditemui di dalam ruang keluarga, di lingkungan sekitar tempat tinggal, atau di ranah yang lebih luas lagi dari kelurahan hingga lintas daerah dan meluas secara nasional. Semua orang seakan terpapar euforia kegembiraan merayakan hari lebaran.
Euforia itu bahkan sudah mulai terasa sejak keriuhan prosesi mudik dari kota-kota besar menuju daerah di seluruh penjuru negeri. Puncaknya terjadi ketika lingkungan menjadi ramai oleh hilir mudik jabat tangan antar warga untuk saling bermaaf-maafan dan ramainya tempat-tempat wisata. Semua itu ada dan terjadi karena hari lebaran memang sebuah hari yang istimewa.
Makna lebaran sendiri bukanlah hura-hura dan bergembira-ria penuh suka cita. Hakikat lebaran sudah sangat sering diulas oleh para alim sebagai hari kemenangan. Kemenangan umat Islam yang telah sebulan penuh menahan diri dari yang membatalkan puasa yaitu rasa lapar, dahaga dan bercampur dengan pasangan serta mengendalikan diri dari hal-hal lain yang dapat merusak puasa.
Untuk berpuasa dengan sempurna, orang memang dituntut untuk mampu mengendalikan diri agar bisa selalu berbuat dan berkata jujur, bertutur kata santun dan lembut hati. Disamping juga suka menolong, tidak boleh berburuk sangka, menghargai hak orang lain dan memperbanyak amal ibadah serta perbuatan baik lainnya.
Bagi sebagian orang hal itu bukan hal mudah. Bayangkan, dengan sengaja perut dikosongkan, pikiran di bersihkan lalu nafsu syahwat dikendalikan ditambah dengan beramal baik diperbanyak. Serangkaian amalan yang hanya akan bisa dilakukan dengan baik oleh orang-orang memiliki tekad kuat atau sudah terlatih sejak anak-anak untuk menaklukkan diri sendiri.
Kemenangan melawan diri sendiri ini menjadi lebih lengkap dengan tradisi saling meminta dan memberi maaf kepada orang tua, saudara tua, handai taulan dan kepada semua orang dalam lingkungan pergaulan maupun lingkungan kerja.
Saling memaafkan di sini tentu saja hanya untuk urusan kesalahan yang sifatnya remeh temeh, yang umum dilakukan banyak orang. Salah omong, salah sikap dan salah laku. Kesalahan yang pasti pernah terjadi karena manusia memang bukan makhluk yang sempurna. Bukan kesalahan yang berdampak buruk pada hajat hidup orang banyak seperti penggerogotan harta negara untuk kepenitingan pribadi, banyak bohong dan memberi janji-jani kosong. Ini tentu beda urusan dan lain perhitungannya.