Shofwan Karim
Shofwan Karim Dosen

Shofwan, lahir 12 Desember 1952, Sijunjung Sumatera Barat. Suku Melayu. Isteri Dra. Hj. Imnati Ilyas, BA., S.Pd., M.Pd., Kons. Imnati bersuku Pagar Cancang, Nagari Balai Talang, Dangung-dangung, 50 Kota Sumbar. Shofwan, sekolah SR/SD di Rantau Ikil dan Madrasah Ibtidayah al-Hidayatul Islamiyah di Sirih Sekapur, 1965. SMP, Jambi, 1968. Madrasah Aliyah/Sekolah Persiapan IAIN-UIN Imam Bonjol Padang Panjang, 1971. BA/Sarjana Muda tahun 1976 dan Drs/Sarjana Lengkap Fakultas Tarbiyah IAIN-UIN Imam Bonjol Padang,1982. MA/S2 IAIN-UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1991. DR/S3 UIN Syarif Hidayatullah-UIN Jakarta, 2008.*

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Segar Ulang Islam Berkemajuan, Poros Minang-Jawa

23 Maret 2024   14:32 Diperbarui: 23 Maret 2024   14:38 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Segar Ulang Islam Berkemajuan, Poros Minang-Jawa
Shofwan Karim, Lektor Kepala Pascasarjana UM Sumbar (Foto:Ist)

Ikhtiar menyantuni anak yatim dan orang miskin berarti sekaligus memberdayakan mereka. Untuk maksud itu harus dinisbahkan ke banyak ayat dalam Al Quran dan Hadist serta sirah nabawiyah. Lalu disinkronkan aplikasinya dalam kenyataan hidup sehari-hari.

Di Minangkabau definisi itu mendahului Jawa. Gerakan Paderi (1803-1821) dan Perang Paderi (1821-1837) bersumbu kepada hal di atas. Sementara Perang Paderi sudah berkemajuan plus. Plus di sini dimaknai sebagai nilai perjuangan dari dalam (kebebasan) dan ekstrinksik (mengejar kebaikan). Kedua faksi kaum agam dan adat menyatu melawan Belanda.

Bukankah itu inspirasi pencuatan energi dari dalam. Dan boleh jadi KH Dahlan terinspirasi dari gurunya Syekh Ahmad Khatib al-Minangkawi secara simultan juga dengan gerakan Paderi tadi. Diskursus dan aplikasi Islam berkemajuan mengalami pasang naik dan turun.

Naik ketika munculnya semangat baru ber-Islam. Mereka dulu dianggap ketinggalan dalam merespons kemajuan dunia, lalu meningkatkan sumber daya manusia umat dengan pendidikan ketaqwaan (iman dan ibadah), kognitif (ilmu), afektif (moral-akhlak) dan psikomorotik (skil-vokasional).

Pada awal dan sepanjang abad lalu, Muhammadiyah mendirikan dan menggebiarkan dunia pendidikan, kesehatan dan santunan sosial serta kemanusiaan. Kini terus melakukannya dan jamaah, jam'iyah serta kelompok lain pun sudah melakukan pula hal yang sama meski terasa getaran, aura dan capaian mereka berbeda-beda.

Di Minangkabau Inyiak DeEr bersama tokoh sezaman membangun Thawalib. Abdullah Ahmad mendirikan Sekolah Adabiyah. Inyiak Syekh Djambek berbasis surau Tangah Sawah dan Surau Kamang dengan mensyiarkan taklim Islam moda tabligh.

Sejalan dengan melek baca dan tulis percetakan buku, belakangan mengispirasi Tsamaratul Ikhwan dan Pustaka Sa'diyah, Bukittingi dan Padangpaanjang. Ibrahim Musa berbasis Surau Parabek mendirikan Madrasah Thawalib Parabek. Semuanya masih bekembang oleh pelanjutnya sampai sekarang.

Sejalan dengan itu dalam redefinisi Islam berkemajuan, dalam bidang pendidikan mesti dimasukkan Inyiak Canduang. Adalah Syekh Sulaiman ar-Rasuli (1871 19970). Ulama yang sedang diperjuangkan menjadi Pahlawan Nasional ini, mendirikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang.

Ia dianggap sebagai tokoh yang menyebarluaskan gagasan keterpaduan adat Minangkabau dan syariat lewat kredo Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (ABS-SBK). Pada beberapa kajian, inyiak Candung dianggap merevitalisasi serta mereaktualisasi Sumpah Sati Bukik Marapalam satu abad sebelumnya yang dianggap proklamasi awal SBS-SBK tadi.

Dan sekarang bukan hanya Inyiak Canduang dan pengikutnya mengubah definisi lama. Sekarang semua sudah berorientasi kemajuan. Dan sebaliknya para penganut purifikasi ajaran dan peraktik ibadah mahdhah masih tetap sama. Namun mereka melakukan reorientasi (pendekatan ulang). Mereka lebih akomodatif di tingkat public dan konsisten dalam sikap dan amaliah perorangan.

Maka terjadilah reaktualisasi dalam aplikasi berkemajuan. Purifikasi mereka tetap dilakukan namun menghindari ketidaknyamanan pihak lain. Inilah titik awal dan ujung, QS, al-Anbiya' 107: "Kami tidak mengutus engkau wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun