Saya (moody) writer. Disini untuk menuangkan unek-unek biar otak tidak lagi sumpek.
Berbukalah dengan yang (Tidak Terlalu) Manis!
Dari Ramadan ke Ramadan, kita seringkali direcoki oleh tagline 'berbukalah dengan yang manis'. Saking populernya ungkapan tersebut, kita akan mudah sekali menemukan menu-menu berbuka yang full sugar, dari kolak hingga martabak coklat. Atau gampangnya lagi, tengok saja iklan sirup di TV! Dengan menggunakan jargon yang sama, masyarakat kita seakan-akan dihipnotis untuk berbuka dengan hidangan yang (cenderung terlalu) manis, karena hal ini dipercaya akan mengembalikan energi kita dengan cepat setelah terkuras seharian saat berpuasa.
Memang betul, makanan/minuman yang manis akan membantu kita mengembalikan tenaga. Tetapi yang perlu diingat adalah semua makanan mengandung gula tidak sepenuhnya berdampak positif untuk tubuh kita.
Bahkan bila cenderung berlebihan, kinerja pankreas kita akan lebih berat dan akan menyebabkan timbulnya penyakit diabetes. Selain itu kita juga perlu mengenal bahwa ada dua jenis gula yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi, yakni gula alami dan gula olahan.
Gula alami yang terkandung dalam buah dan sayuran inilah yang aman kita konsumsi, dan tidak perlu kita risaukan. Sedangkan gula olahan yang dicampur dalam berbagai roti, minuman dingin, dan sebagainya perlu kita waspadai agar kita tidak mengonsumsinya secara berlebihan. Selain risiko diabetes, konsumsi gula tingkat tinggi akan mengakibatkan diabetes dan obesitas.
Sehingga tidak salah bila Kementerian Kesehatan kemudian menyarankan konsumsi gula per individu sebaiknya hanya 50 gram per hari atau sama dengan empat sendok makan.
Namun akan jauh lebih sehat lagi bila konsumsi kita kurang dari itu. Maknanya apa? Agar kita memiliki risiko lebih rendah terjangkit penyakit jantung, kanker, dan diabetes. Di tahun 2017 saja, berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) terdapat sekitar 10,3 juta orang Indonesia yang mengidap penyakit gula. Hal ini bahkan diramalkan akan meningkat drastis sebanyak 16,7 juta orang pada tahun 2045. Melihat angka yang fantastis tadi, tidak heran bahwa Indonesia masuk sebagai negara ke-enam dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia.