Sepeda jadi Teman Ngabuburit, Tarawih, dan Kuliah Subuh Saat Ramadan
Selain itu, kami juga membawa kembang api dan lilin. Ya, ala-ala bocil SD di perkampungan. Lilin, itu akan kami nyalakan sebelum dan sesudah tarawih. Kadang berpikir, apalah fungsinya haha itulah bedanya anak jaman dulu yang tinggal di kampung.
Menariknya, hampir anak-anak seusian kami pada jamannya pasti memiliki segala bentuk jenis lilin, dari yang paling kecil, sedang, dan tinggi. Kalau bisa semua warna ada. Belum lagi, jenis-jenis kembang api. Salah satu yang favorit saat kecil adalah kembang api yang seperti pelangi. Gila si itu gada tandingannya.
Sementara, untuk kami para cewe-cewe agak terhalang dengan petasan. Berbeda dengan laki-laki yang bisa beli petasan jenis apapun. Untuk kami para cewe, paling banter petasan korek yang isinya 10 atau petasan banting. Cupu banget ya haha
Jiduran (tradisi memukul bedug dengan irama yang berbeda-beda) adalah favorit kami. Dimanna para pemukul dengan cekatan memainkan kentong ke kulit lembu serta sisi bulatan dan kayu pada bedug. Seru sekali sambil menunggu pacitan (jajan dan minum) yang dibawa oleh para jamaah untuk dinikmati.
Kami juga dituntut oleh guru ngaji untuk ikut tadarus. Ya meskipun tidak lama, namun setidaknya ikut dan mendapat giliran. Setelah itu barulah pulang. Setelah sahur dan imsak, kami anak-anak yang sudah kelas 3 SD pun mendapat tugas untuk mengisi nuku amaliah ramadan. Caranya dengan ikut kuliah subuh. Di sana akan, ada ustadz yang berceramah. Pengisian amaliah ramadan di kampungku saat itu, hanya ada saat puasa ramadan. Berbeda dengan saat ini yang sudah mulai ada ceramah agama usai tarawih.
Di hari akhir ramadan, kami pun merayakan hari kemenangan dengan melangsungkan takbir keliling. Setelah itu kami bakal lek-lekan (begadang) di musala atau masjid sampai selesai subuh. Setelah itu pulang ke rumah masing-masing dengan muka bantal. Kemudian, melanjutkan salat idul fitri dan lebaran. Yeeeay
Benar-benar merindukan masa-masa itu