Soufie Retorika
Soufie Retorika Penulis

Ibu rumah tangga, yang roastery coffee dan suka menulis feature, juga jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Kisah Perempuan yang Tidak Kalap Belanja Makanan

2 Mei 2020   23:26 Diperbarui: 3 Mei 2020   00:18 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Perempuan yang Tidak Kalap Belanja Makanan
Ibu masih suka menyiapkan makan ku|Dokpri

Mungkin hanya dua orang lelaki yang paham jika saya itu tidak suka kalap belanja makanan atau kebutuhan rumah tangga. Satu bapak dan satu lagi si Mamas tersayang. 

Di Palembang itu terkenal dengan makanan-makanan enak teman berbuka Puasa Ramadhan. Harga yang dipatok bahkan terbilang murah untuk kota besar seperti Palembang masih ada jajanan berbuka Rp 1.000. Hal itulah tugas saya dulu untuk menyenangkan bapak, sewaktu sehat ia bawa mobil atau motor untuk keliling belanja makanan untuk sahur dan berbuka, setelah sepuh listing keinginannya yang biasa saya penuhi dan cari. Biasanya jika jajanan masak tinggal santap sekitar pukul 16.00 baru muncul request bapak. Ia tidak lupa menanyakan saya jika menginginkan sesuatu, tetap saja tak terjawab. Hanya senyuman anak yang menghiasi.


Padahal ibu juga memasak menu keinginan bapak, tapi ada saja yang kurang. Walaupun sifatnya yang sulit dimengerti buat saya yang anak perempuannya, terkadang sering tertawa, kok bukan ibu yang seperti itu. Tapi bagiku lumrah saja, di antara kekalapan belanja makanan, ada nilai yang baik dari bapak yang sudah almarhum. Tidak hanya untuk dirinya saja yang menikmati, atau ibu Wies, atau saya, beserta anak-anak. 

Jika kukalkulasi belanja makanan kalap yang dibelanjakannya bisa dinikmati 20 orang. Untuk asisten rumah tangga dua orang, tukang becak satu atau dua orang. Belum lagi jika ada saudara, teman atau tetangga yang diantarkannya berbagi hidangan. Jadi menurutku juga ada kebingungan antara kalap atau apapun itu. Belum lagi untuk masjid di dekat rumah hampir setiap berbuka puasa Ramadhan ia ikut menyumbang sedikit. Takaran sedikit itu bisa dinikmati 10-20 orang yang berbuka puasa.

Belanja kalap hidangan berbuka puasa untuk kami dan bapak yang paling kental yakni setiap hari harus ada Pempek dan variannya. Ada Laksan, celimpungan, pempek telok besak alias kapal selam, pempek lenjer, pempek pistel, pempek telur kecil, otak-otak, pempek keriting, pempek tunu (panggang), pempek lenggang, tekwan, model dan mungkin masih ada varian pempek yang belum kutulis lainnya.

Oh ya.... Ada yang perlu digarisbawahi tentang kalap belanja makanan Palembang versi orang tua ku ini. Mereka kaya, kaya hati, ternyata menanam budi baik itu kurasakan untuk ku dan kami keluarga besar. Kaya hati kumaksudkan bahwa secara materi cuma orang biasa, yang membuatku heran dan sering bicara pada bapak dan ibu. Sepertinya uangnya tidak pernah habis, sepertinya setiap hari cukup besar yang mereka berikan untuk sekitarnya. Dalam hati saya sering berucap, Allah Maha Kaya meminjamkan tangan baik kedua orang tua ini.


Stop.. jika kutulis, meleleh airmata dan doa panjang untuk almarhum bapak dan ibu yang masih sehat di usia 85 an ini dan bisa berpuasa. Ibu masih kudengar percakapannya di dapur rumah adikku jika ku telpon. Meski tidak lagi memasak secara utuh, tapi ia masih bercengkrama dengan asisten rumah tangga untuk menyiapkan buka puasa ibu dan keluarga adikku. Jangan ditanya jika ia tahu si cucu yang cantik tidak mau makan, gelisah ia memikirkannya. Padahal, adikku yang perempuan dan memiliki 4 anak sudah pasti turun tangan untuk mengurus keempat putri nya. Beginilah kasih sayang seorang nenek, tak pudar.


Lelaki satu lagi yang sangat mengerti bahwa saya tidak bisa kalap belanja makanan atau belanja lainnya si Mamas kekasih hati. Dari awal dekat ia tahu bahwa saya males makan. Wajarlah jika ia pulang kerja hingga larut malam, pertanyaan pertama adalah sudah makan atau belum. Dipastikan ia sudah membawa cemilan ice cream, coklat seperti anak kecil, selain makanan berat yang disuguhkannya. Atau ia sudah pasti mengajak belanja sayuran untuk dimasak di rumah. Awal bulan jika ia mengajak belanja pun sangat minimalis kebutuhan pokok yang kubeli. Dan ia selalu heran jika belanja yang tak lebih dari setengah jam sudah selesai.


Sudah pasti si Mas pasti lebih ribet dalam belanja, akhirnya ia yang tahu harus ditambahi ini dan itu. Kesukaannya memasak juga bagian yang membuat saya tidak suka belanja makanan. Jika ia ahli masak masakan Jawa yang kusukai, maka ia lebih suka kue brownies dan ice cream kopi buatanku. Trik yang dibuatnya supaya saya makan lebih banyak juga cukup jitu. Sebagai roastery coffee pasti kami berdua suka kopi. Perempuan manja, pasti suka dimanjakan kekasihnya. Ia pasti sudah menyeduhkan kopi temanku menulis. Tapi ia juga memasak yang aromanya pasti merayu untuk di makan.


"Hon, mau makan ayam goreng tepung gak?"
"Aku mau goreng nih. Itu kopi mau diminum gak?"
"Kalo kagak ntar kuabisin."


Dia amat tahu orang seperti saya konsentrasi menulis atau membaca, pasti iya semua jawabannya. Dan itu sangat disukainya. Dan udara dingin, sangat mendukung untuk makan dan makan lagi. Jika dirasakan saya sudah cukup lupa berapa banyak yang dimakan, setelah itu ia pasti terbahak-bahak mengejek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun