Soufie Retorika
Soufie Retorika Penulis

Ibu rumah tangga, yang roastery coffee dan suka menulis feature, juga jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Mantai Petang Nunggu Bebuke

4 Mei 2020   23:32 Diperbarui: 4 Mei 2020   23:31 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantai Petang Nunggu Bebuke
Drawing with colour pencil by Husain (20x40 cm)

"Mantai petang nunggu bebuke apo gawe anak kaba di ghuma?"

Kira-kira artinya Bahasa Lahat ini begini, menunggu petang bersantai menanti berbuka apa saja kegiatan anakku di rumah ?

Pertanyaan itu biasa ditanyakan kerabat di Lahat ini. Ngabuburit dalam Bahasa Lahat hampir sama dengan Mantai Petang.

Itu obrolan di wall Facebook saya           
            googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-411');});
Itu obrolan di wall Facebook saya googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-411');});

Namun bahasa ini sudah jarang dipakai anak muda Lahat, pergeseran budaya dan bahasa terkadang membuat mereka juga lupa dengan bahasa yang sudah jarang dipakai.

Keluarga kami bukan asli Lahat, Sumatera Selatan, kami sudah 13 tahun hijrah dari Palembang ke Lahat, dan seperti cerita puisi Husain bahwa kami tinggal di bukit yang tak jauh dari bengkel kereta api Balaiyasa, dari bukit ini terlihat jelas pemandangan kota Lahat dan bengkel kereta api no 2 terbesar di Indonesia, setelah yang ada di Bandung.  Bengkel kereta api dibangun sejak jaman kolonial Belanda.

Pemandangan indah dari puncak bukit ini jadi waktu orang mantai petang menunggu saat berbuka puasa memandang bukit barisan yang membentang sepanjang Lahat, terlihat kondisi kota mulai terlihat kerlap kerlip lampu dinyalakan, dan di ujung kota di Kecamatan Merapi terlihat puncak Bukit Serelo, bukit yang terlihat ujungnya seperti jempol. Indah pemandangan dan udara segar perbukitan yang kami nikmati.

Kegiatan ibu rumah tangga seperti saya saat Ramadhan kali ini lebih istimewa, mungkin jika rejeki kami menikmati santai bisa utuh sebulan berkumpul. Mulai dari sahur, pagi, siang, hingga saat berbuka, hingga tarawih maksimal kami berada di rumah. 

Dari puncak bukit kami mendengarkan tadarus, suarayang mengaji dari 3 masjid yang berada di penjuru mata angin yang berbeda. Apalagi Dery kereta api yang setiap hari terdengar.

Akibat Covid 19 sontak dunia kami berubah terisolasi di rumah dan pekarangan. Sore hari menunggu petang selama Ramadhan, usai memasak biasanya air siraman sayur, cucian beras dan sampah ampas kopi dikumpulkan. Mengaduk tanah dan menyirami kebun manual saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun