Thaharah Batin (Kontemplasi 3)
"أَم كَيفَ يَطمَعُ أَن يَدخُلَ حَضرَةَ اللّه وَهُوَ لَم يَتَطَهَر مِن جَنَابَةِ غَفلاَتِهِ"
“Bagaimana mungkin engkau masuk ruang kehormatan Tuhan, sedangkan engkau masih belum bersih (bersuci secara batin) dari kelalaian-kelalaiannya”
Untuk mengawali pada bagian ini Ibnu ‘Ajibah mengutip ayat Al-Qur’an surat annisa ayat 43 :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَاجُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْاۗ
Ibnu ‘Ajibah menunjukan sebuah kemampuan yang sangat antimainstream ketika menafshirkan ayat ini. Disaat kebanyakan mufashir menjelaskan ayat ini secara dzahir dengan pendekatan ilmu fiqh, pendekatan tafshir yang Ibnu ‘Ajibah lakukan adalah dengan pendekatan tafshir mistik islam. Dimana teks Al-Qur’an diinterpretasikan menggunakan intuisi, bukan dengan teks sakral lain seperti hadits maupun dengan logika.
Beliau menjelaskan bahwa sekali-kali jangan pernah kita mengerjakan shalat dengan dalam keadaan dimabuk cinta dunia. Sampai kita benar-benar bisa tersadar dan terbangun pada keadaan dimana tidak ada fokus selain kepada Tuhan.
Kemudian jangan pula sekali-kali kamu shalat dalam keadaan junub hadats besar, yaitu berhubungan intim bersama kelalaian-kelalaian. Sampai kita benar-benar bersuci dengan air ghaib yaitu kehadiran hati kita bersama Tuhan. Sungguh luar biasa ulama-ulama kita. Bahkan pada sebuah riwayat dikatakan ulama ummati ka anbiyai bani isra’il ulama umatku seperti para nabi bani israil.
Dalam redaksi hikam bagian ini ada kata yang perlu kita soroti yaitu hadlrah. Berbeda dengan keadaan pada dua kontemplasi sebelumnya yang menyerukan kepada kita untuk menjaga kedaan hati dari segara bentuk materi dan kemudian membuat kita untuk dapat menanggalkan syahwat nafsu. Pada kontemplasi ini, kita berfokus pada perjalanan puncak dari spiritual kebatinan menuju Tuhan yaitu untuk dapat bisa hadir di ruang kehormatan-Nya.
Setidaknya ada 3 macam bentuk hadlrah menurut Ibnu ‘Ajibah. Pertama, adalah hadlrah hati, yaitu kehadiran hati yang masih berada diantara kelalaian dan kekhusuk’an. Guru kami, Maulana Syekh Muhanna, pernah mengatakan bahwa khusuk yang membersamai kelalaian lebih baik daripada lalai dari kekhusuk’an. Keadaan ini bisasanya terdapat pada orang-orang sair atau mereka yang sedang berada di jalan menuju Tuhan.
Kedua, adalah hadlrah batin, yaitu kehadiran jiwa kita yang sudah tidak lagi membersamai kelalaian. Khusuk dengan sebenar-benarnya khusuk. Sebagaimana ketika kita fokus untuk menggapai sebuah tujuan maka yang terjadi adalah kefokusan terhadap satu hal yang dapat menghantarkan kita pada tujuan tersebut. Keadaan ini biasanya terdapat pada orang-orang mustasyrifiin atau mereka yang sudah Tuhan muliakan untuk dapat fokus pada hal-hal yang bukan selain Tuhan.