Membaca Narasi Tobat di Balik Sebuah Sandiwara
Membaca Narasi Tobat di Balik Sebuah Sandiwara
Oleh: Sultani
Ramadan bercerita hari 22 kembali menantang kemampuan "Kompasioners" untuk mengulik memorinya tentang film lalu meramunya menjadi “film yang bikin tobat”. Tema ini menjadi topik misteri ketiga dari rangkaian challenge yang diberikan oleh "Kompasiana" kepada para anggotanya yang kreatif dan berdedikasi.
Apa sih, maksud dari “film yang bikin tobat ini”? Mengapa dia begitu penting sehingga harus dibuatkan challenge khusus dalam edisi Ramadan bercerita 2024. "Film yang bikin tobat" sebetulnya hanya istilah yang digunakan secara informal terhadap film-film yang sarat dengan muatan moralnya.
Film-film ini tidak terklasifikasi menjadi genre sendiri. Film yang bikin tobat ini sekadar ingin menggambarkan film-film yang memiliki pengaruh kuat dalam menimbulkan perasaan penyesalan atau kesadaran akan kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam hidup, sehingga menyebabkan penonton merasa terdorong untuk bertobat atau mengubah perilaku mereka.
Biasanya, film-film semacam ini memiliki tema-tema moral atau religius yang mendalam, sering kali menggambarkan konsekuensi negatif dari tindakan-tindakan yang tidak baik atau tidak bermoral, dan mungkin juga menyoroti proses pemulihan atau penyelesaian masalah. Tujuan dari film semacam ini adalah untuk memberikan pelajaran moral kepada penonton dan mendorong mereka untuk melakukan perubahan positif dalam hidup mereka.
Terus cerita film apa yang akan saya angkat untuk mengisi Ramadan bercerita 2024 hari 22 ini? Tidak ada. Saya tidak punya memori apa pun tentang film-film yang bikin tobat ini. Pertama, saya bukan penggemar film, termasuk film jenis ini. Kalau pun pernah, saya tidak punya ingatan atau memori yang berkesan untuk saya ceritakan di sini.
Sebagai gantinya, saya akan bercerita tentang pengalaman saya dalam menikmati sandiwara radio yang ceritanya terus menggema dalam memori saya hingga sekarang. Bahkan, beberapa adegan dialog di dalamnya sangat membekas dan bisa memengaruhi pola pikir saya tentang asal-usul perbuatan dosa, dan bagaimana menghindarinya.
Narasi Tanpa Judul
Saya lupa judul dari sandiwara radio yang sudah direkam ke dalam kaset dan dijual ke mana-mana. Saya hanya ingat, sering mendengar sandiwara ini ketika usia saya mulai beranjak dari SD mau ke SMP. Artinya, sandiwara radio ini populer sekitar tahun 1980-an, yang mana saat itu industri film nasional kita juga belum merambah ke seluruh Indonesia. Bioskop di kampung saya saat itu juga lebih suka memutar film-film action daripada film drama.