Inspirasi Kepemimpinan Nabi Muhammad Pada Perang Badar
Nabi Muhamamd shallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia terbaik dan teladan sempurna bagi ummat Muslim, bahkan bagi seluruh manusia. Karena beliau diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi alam semesta. Keteladanan beliau yang sempurna meliputi seluruh sisi dan aspek kehidupan. Seluruh sisi dan aspek kehidupan Nabi Muhammad merupakan contoh teladan yang patut diikuti, selama bukan merupakan kekhususan beliau sebagai Nabi dan Rasul.
Diantara penggalan kehidupan nabi Muhammad shallahu 'alaihi wa sallam yang patut dijadikan inspirasi adalah peristiwa perang Badar yang terjadi bulan Ramadan tahun 2 H. Pada peristiwa perang yang terjadi pada tanggal 17 Ramadan tahun 2 H terdapat banyak pelajaran dan inspirasi. Tulisan ini akan mengungkap inspirasi kepemimpinan beliau shallahu 'alaihi wasallam khususnya yang diambil dari kisah perang Badar.
Pemimpin yang Gemar Bermusyawarah
Keteladanan dan inspirasi kepemimpinan Rasulullah yang pertama dan utama dari peristiwa perang Badar adalah tentang musyawarah. Dalam mengambil keputusan pada perang Badar ini nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mengambil keputusan melalui mekanisme musyawarah. Seperti ketika perang telah usai, pasukan Muslimin berhasil menawan 70 personil dari pasukan musyrikin Quraisy.
Beliau lantas meminta pendapat para sahabat terkait apa yang harus dilakukan terhadap 70 tawanan tersebut. Abu Bakar mengusulkan agar tawanan menebus diri atau kelurganya menebus mereka dengan fidyah atau kompensasi harta. Sedangkan Umar bin Khatab mengusulkan agar para tawanan semuanya dieksukusi mati. Umar memandang hal itu sebagai upaya ''unjuk kekuatan" di hadapan musuh. Ada pula usulan agar tawanan yang memiliki kemampuan membaca dan menulis menebus dirinya dengan mengajarkan baca tulis kepada anak-anak kaum Muslimin.
Singkatnya bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam sebagai pemimpin mengambil keputusan melalui musyawarah. Padahal sebagai Nabi beliau memiliki ilmu dan pengetahun yang luas, serta dimbimbing langsung oleh Allah melalui wahyu-Nya. Namun beliau seacara manusiwai tetap menempuh mekanisme musyawarah. Hal ini dilakukan oleh beliau dalam seluruh aspek. Abu Hurairah menuturkan;
"Aku tidak pernah melihat orang yang paling sering bermusyawarah dengan para sahabatnya sebanyak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam".
Kalaupun beliau harus menyampaikan kebijakan tanpa musyawarah terlebih dahulu beliau tetap membicarakannya dengan para sahabatnya. Sebagaimana para perang Badar yang awalnya beliau mengutus dan atau mengajak para sahabat keluar dari kota Madinah bukan untuk berhadapan dengan pasukan perang. Melainkan untuk menghadang kafilah dagang yang dipimpin Abu Sufyan. Kafilah dagang ini membawa logistik milik Musyrikin Makkah. Beliau menghadang tentu bukan untuk merampok. Tapi memang situasnya adalah situasi konflik dan perang. Sejak Nabi Muhammad memuulai dakwah di Mekkah, beliau menghadapi gangguan dari musyrikin Quraisy.
Gangguan yang beliau alami bukan sebatas penolakan dakwah, tapi gangguan fisik. Beliau diintimidasi dan dipersekusi. Para sahabat diteror dan ditindas. Bahkan ada yang tewas sebagai syahid seperti keluarga Ammar bin Yasir, dimana ayah dan ibunda beliau menjadi korban kebiadaban orang musyrik Quraisy. Sahabat yang lain mengalami penyiksaan seperti Bilal dan Khabbab bin Art. Singkatnya, Nabi dan kaum Muslimin secara umum telah diperangi oleh musyrikin Quraisy sejak beliau menyampaikan dakwah secara terang-terangan. Sehingga hubungan Nabi dan kaum Muslimin dengan Musyrikin Makkah adalah dalam konteks perang. Yang dilakukan oleh Nabi ketika menghadang kafilah dagang Quraisy dalam konteks perang, yakni dalam rangka melemahkan ekonomi pasukan lawan. Dan bukan perampokan.
Ketika Rasul menghadang kafilah dangan Quraisy yang kemudian lolos, bahkan Mekkah malah mengirimkan pasukan perang dengan kekuatan 1000 perssonel. Rasul kemudian harus memobilisasi para sahabat untuk berhadapan dengan pasukan perang. Saat akan mengarahkan para sahabat berhadapan dengan pasukan perang, nabi tidak menggunakan pendekatan instruksi. Tapi beliau bermusyawarah dengan para sahabatnya.
Tulus Mendengarkan dan Menerima Masukan
Dari peristiwa perang Badar ini juga kita dapat belajar satu etika kepemimpinan yang diteladankan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kecerdasaran (fathonah) yang beliau miliki plus bimbingan wahyu dari Allah tidak menghalangi beliau untuk mendengarkan masukan dari orang yang dipimpinnya, dalam hal ini para sahabat. Selama kebijakan yang beliau putuskan bukan wahyu dari Allah atau murni pendapat pribadi beliau terbuka terhadap masukan. Seperti kebijakan tentang posisi pasukan atau kemah kaum Muslimin. Beliau menerima usulan dan masukan dari sahabat Habbab karena menurut Habbab lokasi yang dipilih oleh Rasulullah kurang strategis. Habbab mengusulkan agar pasukan Muslimin berpindah di lokasi yang lebih strategis. Dimana di lokasi tersebut pasukan Muslimin lebih mudah mengakses sumber air. Dan mereka juga dapat menutup akses air bagi pasukan musyrikin Qura'isy.