Salam Tempel Lebaran dan Kemajemukan Indonesia
Idulfitri adalah saat yang sangat dinanti oleh umat islam di dunia, termasuk Indonesia. Idulfitri 1445 H atau lebaran tahun 2024, tak kalah meriah dibanding tahun-tahun sebelumnya terutama karena kita telah melampui masa covid 19 yang melumpuhkan dunia.
Banyak orang mudik ke kampung, dengan cara apapun. Ada yang lewat jalur darat, laut maupun udara. Di media sosial bahkan ada seorang wanita yang sendirian berkendara motor dari Bali ke Jakarta untuk mudik. Atau satu keluargadengan anak dua mengendari motor, mudik dari Sumatera ke Jawa Tengah. Tentu ini sesuatu yang berat, namun selalu terjadi setiap tahun.
Tiba ditempat asal (orang sering menyebutnya dengan kampung), keleahan itu akan terganti dengan kegempbiraan. Puncaknya adalah merayakan idul fitri bersama keluarga besar dan saling maaf memaafkan dan silaturahmi ke saudara dan tetangga. Silaturami adalah cara untuk menebus dosa yang telah dilakukan.
Ada yang menarik, yaitu adanya salam tempel saat lebaran. Salam tempel ini biasanya dilakukan oleh para orangtua (oma atau opa) kepada para cucu, atau kerabat dan tetangga yang punya anak kecil. Setelah selesai salat Id dan bermaafan antar keluarga, anak-anak yang mungkin berusia dibawah 17 tahun akan bertandang ke rumah-rumah warga dengan harapan mendapatkan uang. Ada kegembiraan tersendiri bagi penerima uang dan pemberi uang (atau selanjutnya kita sebut angpao) dalam kultur membagikannya.
Besaran angpao itu berbeda-beda, tergantung pada hubungan kekerabatan. Dari Oma atau opa ke cucu , akan berbeda dengan ke anak tetangga atau kerabat jauh, atau malah anak yang tidak dikenal sama sekali. Di media sosial beredar daftar "besaran" angpao dan hubungan kekerabatannya. Daftar itu terus terng membuat banyak orang tersenyum, karena berkisar antara Rp 2000 - Rp 100.000.
Kultur yang mengedepankan ikatan emosiaonal itu seringkali menjadi hiburan sendiri dan dibagian di media soasial karena tak jarang anak-anak itu berhasil mengumpulkan angpao dalam jumlah banyak. Media sosial sering menyebut anak-anak ini sebgaai investor lebaran, yaitu orang-orang dengan banyak uang pada saat lebaran.
Uang-uang ini sebagian mereka belanjakan di minimarket terdekat, ada yang ditabung, namun tak jarang diambil oleh ibu mereka dan dibelanjakan sembako untuk keperluan keluarga. Ini menjadi bahasan tersendiri di media maupun di media sosial.
Banyak dari kita tak sadar bahwa pemberian uang kepada anak-anak, kerabat dan tetangga, pada lebaran dipengaruhi oleh budaya Arab dan Cina, dan terjadi akulturasi di Indonesia. Karena itu di Jakarta (Betawi) dan sekitarnya budaya pemberian angpao itu dikenal dengan nanggok, di Surabaya disebut galak gampil, di Minang ada manambang dll.
Dari kultur pembagian angpao saat Idul Fitri ini kita bisa sadar bahwa inilah wujud keragaman bangsa kita. Bahwa banyak hal di negara kita dipengaruhi, tidak saja Arab, tetapi juga Cina, Hindu (India) dll. Semakin mengukuhkan bahwa bangsa kita memang majemuk, dan kita harus menghargai kemajemukan itu. Bukan malah meremehkannya.