Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Freelancer

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Zakat/Donasi Online di Era Digital, Menjauhkan Kita dari Sifat Riya

7 Mei 2021   01:16 Diperbarui: 7 Mei 2021   01:19 1625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zakat/Donasi Online di Era Digital, Menjauhkan Kita dari Sifat Riya
Capture Aplikasi Fintech yang Membuka kanal Zakat Online. Dok.pri

Zakat/sedekah di bulan suci Ramadan adalah sebentuk ibadah yang amat dimuliakan. Zakat baik itu yang berupa beras, dapat diganti dengan nominal setara ukuran berat dikalikan harga/kg atau pun zakat maal (zakat penghasilan).

Lain dulu lain sekarang. Makna zakat lebih dari sekedar memberikan kewajiban sebesar 2,5 % untuk mensucikan diri dan harta agar lebih terasa berkah manfaatnya bagi sesama. Dulu orang membicarakan zakat sebagai bentuk derma dari di kaya kepada si miskin.

Padahal menyoal zakat/donasi siapapun bisa menyisihkan sebagian pendapatannya untuk sekedar donasi. Memang untuk zakat fitrah ada beberapa kriteria yang secara khusus menjadi prioritas. Pemberian zakat  gaya lama pada sebagian kalangan berada biasanya cenderung menjadi sebuah momentum layaknya tontonan.

Secara teknis, biasanya ada pembagian kupon untuk pengambilan zakat. Pastinya akan menyebar dari mulut ke mulut bahwa tuan Polan akan mengeluarga zakat di rumah gedongnya. Warga pun akan berduyun-duyun , berdesakan untuk mengantri. Baik yang sudah mendapat kupon atau pun yang belum cenderung berebut saat pembagian dilangsungkan.

Hal ini tentu sangat bertentangan dengan era new normal. Kerumunan massa tanpa menjaga jarak hingga melanggar protokol kesehatan jelas akan merusak niat dan citra zakat itu sendiri. Niat untuk kembali fitrah yang ada justru menambah penyebaran virus kian parah 

Itulah kenapa zakat online menjadi sebentuk terobosan yang bisa menjadi alternatif solusi. Toh, banyak pilihan kemana zakat akan kita percayakan pada lembaga pilihan. Baik yang dikelola oleh lembaga berbadan hukum kenegaraan ataupun lembaga swasta yang profesional.

Zakat online diawali dengan cukup mentransfer sejumlah rupiah ke rekening bank lembaga penyalur zakat. Namun kini, layanan zakat online semakin memudahkan siapa saja, dimana saja dan kapan saja tanpa repot mencatat nomor rekening tujuan lembaga penyalur zakat.

Beberapa aplikasi financial technologi/Fintech telah dilengkapi dengan fitur pembayaran zakat. Pencantuman nama syariah dibelakang Fintech tertentu sangat mengutamakan layanan sedekah/zakat/donasi online. Bahkan beberapa alternatif pilihan lembaga sekaligus terdapat di dalamnya. 

Cukup dengan mengikuti petunjuk fitur zakat di layar aplikasi Fintech (salah satu Fintech BUMN syariah) misalnya, maka urusan kewajiban membayar zakat akan selesai dalam hitungan menit. Tanpa perlu repot antri, dan kuatir melanggar protokol kesehatan.

Membayar zakat secara online atau melalui kanal digital juga akan menghindarkan para tuan Fulan yang super kaya semakin riya/pamer. sebab dalam pembayaran zakat online maka semua pengelolaan pembagian zakat tidak secara langsung mempertemukan antara penderma/pemberi zakat dengan mereka yang menerima. Dengan membayarkan zakat secara online tanpa disadari akan menghindarkan kita dari sikap Riya, ingin memamerkan sesuatu saat kita mampu memberi.

Hal itu sekaligus memberi kepercayaan penuh pada lembaga yang kita pilih untuk lebih amanah dalam mengelola dan meneruskan zakat dari para donatur kepada penerima secara lebih merata wilayah persebarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun