Menyucikan Hati dari Segala Sesuatu Selain Cinta Allah
Menjelang maghrib, berita duka datang atas meninggalnya ayahanda Mba Isti, salah satu dulur #MQSelasan. Dan ketika mendapati kabar bahwa prosesi pemakaman akan dilaksanakan setelah tarawih, beberapa dulur lainnya berinisiasi untuk segera bergegas membersamai keluarga yang ditinggalkan menuju tempat pemakaman di Dusun Baron, Kec. Muntilan.
Padahal bersamaan dengan itu pula ada agenda rutin mingguan wirid dan sholawat Selasan, yang mana dulur-dulur yang lain juga telah berkumpul di tempat Mas Aris, Dusun Sadegan, Kec. Tempuran. Setelah saling berkomunikasi, jadwal mulai Selasan pun menunggu sebagian yang masih mewakili takziah dari keseluruhan jamaah Selasan datang menyusul ke kediaman Mas Aris.
Keadaan pada #MQSelasan ke-73 ini setidaknya membawa pemahaman atas pentingnya kesadaran akan perbuatan diri. Kita terkadang merasa mampu mencipta dan mengendalikan perbuatan kita sendiri, sekalipun dengan kesadaran akan adanya ruh, kecerdasan, kekuatan, dan seluruh anggota tubuh. Ataupun tanpa adanya kesadaran tersebut, perbuatan akan selalu tercipta. Tapi, apakah tepat apabila kita selalu bisa mengendalikan segala sesuatu tersebut? Bahkan, untuk memastikan jantung terus mempompa darah ke seluruh tubuh pun kita tidak akan mampu.
Segala bentuk instrumen yang ada pada diri tidak akan mampu kita kuasai karena mereka tidak tunduk pada diri. Kita tidak akan pernah mungkin menciptakan perbuatan hanya mengandalkan apa yang nampak, tanpa sesuatu yang mana segalanya tunduk terhadap ketentuan itu. Oleh sebab itu, masihkah kita bisa mengaku-aku segala perbuatan diri? Terlebih kita sendiri secara tak sadar selalu menjadi pemilih, mengaku sesuatu yang baik atas andil dirinya, sedangkan yang dholim, lalai, buruk, dsb sering tidak diakui menjadi bagian dari diri sepenuhnya.
Maka dari itu, apabila kita sadar bahwa segala perbuatan itu merupakan bagian dari ciptaan Tuhan, penalaran kita tidak hanya terbatas pada baik dan buruk. Ada makna ataupun hikmah yang selalu terkandung dari setiap perbuatan yang hanya Tuhan sendiri yang mengetahui manfaatnya. Seperti hanlnya ketika kita bersama-sama melakukan wirid dan sholawat Selasan, apakah manfaat yang didapat hanya sebatas persaudaraan, pahala, dan keselamatan dunia? Padahal, sudah pasti akan ada banyak sekali manfaat yang lain yang kita tidak mampu mengetahuinya.
Dengan bekal pemahaman ini, setidaknya segala ilusi dan khayalan yang dihasilkan oleh akal tidak menjadikan diri tenggelam dalam lautan ekspektasi. Sudah pasti segala ilusi dan pemikiran liar itu akan selalu menghampiri, dan sudah menjadi bukti bahwasanya semua itu menjadikan kita terbagi menjadi 73 golongan. "Sekiranya kami mendengarkan dan memahami, niscaya tidaklah kami termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala." (67:10)
Apakah ada sesuatu yang bukan berasal dari cinta Tuhan? Manusia sendiri sering diibaratkan sebuah busur dalan genggaman Tuhan. Dan Tuhan dengan segala Maha Kuasa-Nya bebas untuk melakukan apapun. Yang menjadi segala sebab adalah Dia, bukan busur-Nya, sehingga menjadikan segala keseimbangan, keindahan, dan keharmonisan yang masih sangat terbatas kita untuk mengetahuinya. Kecuali hanya diberikan sedikit.
Segala bentuk laku dalam kebersamaan malam ini pun merupakan bagian dari cinta-Nya yang mempercayakan orang-orang tertentu untuk berkumpul sebagai cerminan kehadiran-Nya. Dan semoga saja #MQSelasan ini benar-benar menjadi sebuah wahana, yang mana memiliki fungsi sebagai tempat untuk menyucikan hati dari segala sesuatu selain cinta Tuhan yang Maha Tunggal.
"Lau anzalna hadzal qur'ana 'ala jabalin laroaitahu khosyi'an mutashoddi'an min khosyatillahi wa tilkal amtsalu nadhribuha linnasi la'allahum yatafakkarun." (59:21) Semoga kita tidak perlu melihat tunduk dan terpecahnya gunung agar kita memahami. Dalam segala sudut selasan ini pun banyak perumpamaan-perumpamaan yang selalu bisa dimaknai sebagai salah satu hidayah turunnya ayat-ayat Allah.
***
Dusun Sadegan, 27 April 2021