Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Akuntan

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Sinau Bareng: Ikhtiar dalam Mencari Rizki

7 Mei 2021   03:59 Diperbarui: 7 Mei 2021   04:02 1447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sinau Bareng: Ikhtiar dalam Mencari Rizki
dokumentasi pribadi

Rizki itu datang supaya ikhtiar kita bertambah kuat. Tidak pernah Allah Swt berhenti memberikan rizki. Bahkan kita mesti bersyukur sebagai orang jawa memiliki tatanan kebudayaan yang sangat tinggi dalam memaknai rizki. Berapapun rizkii yang diterima orang jawa memiliki keluwesan mental yang luar biasa. Misalnya, malam itu dengan mengajak seluruh yang hadir untuk mapping kebutuhan hidup, dengan menyebut nominal angka yang terus menurun ketika masih dirasa" cukup". Lalu, ketika mendapati angka pendapatan guru honorer, keluwesan mental orang jawa itu mewujud dengan jawaban "ya dicukup-cukupke" disambut geliat tawa hadirin yang semakin menambah suasana kehangatan malam itu.

Satu nomor lagu "Rindu Wajahmu" oleh Kiai Kanjeng dibawakan untuk mengobati kerinduan akan sinau bareng seperti sebagaimana keadaan normal. Nada-nada yang menyiratkan makna mendalam menjadi obat pengingat tersendiri ketika menghadiri sinau bareng seperti ini. Sebuah kenikmatan yang jarang sekali didapat dalam suasana pembelajaran-pembelajaran yang lain.

Selain dengan mitra Grab dan jamaah maiyah, kegiatan sinau bareng malam hari itu juga dihadiri oleh salah seorang petugas kepolisian yang juga membersamai bersama Mbah Nun di atas panggung. Rasa aman pun semakin bertambah tatkala dibersamai oleh salah satu wakil petugas keamanan di atas panggung. Walaupun, di luar maiyah, para petugas Satpol PP juga bersiaga untuk menjaga situasi agar tetap kondisi dan terkontrol, mengingat kita semua masih berada dalam situasi pandemi.

Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, baik secara langsung ataupun secara online. Namun sebelum sesi tersebut, Mbah Nun mencoba memberikan saran terhadap para mitra Grab yang hadir untuk membuat tim syukur, maksudnya membuat peradaban-peradaban ngaji seperti ini di lingkungannya sendiri. Kelemahan kita sebagai orang jawa di zaman sekarang adalah sedikit sekali orang yang meneruskan kebudayaannya sendiri. Padahal dengan kebersamaan seperti ini, Mbah Nun menegaskan bahwa situasi seperti ini membuat kita lebih taqwa dan waspada. Syukur karena telah banyak waspada, lantas kedepannya kita diberikan solusi. DIberikan makhrajan atau jalan keluar. Tinggal diri kita sanggup sabar dan tawakkal atau tidak. Karena Allah sendiri akan berlaku berdasarkan prasangka kita.

Kita juga diajak untuk menemukan karakter syukur pada diri oleh Mbah Nun dengan memproyeksikan karakter 4 pemimpin ummat Islam setelah Kanjeng Nabi. Mbah Nun menjabarkan Abu Bakar ra. yang mendapati rasa syukur cenderung dengan banyak menghayati terlebih dahulu budaya dan dialektika manusia. Umar ra. melalui peristiwa-peristiwa yang radikal. Kemudian Utsman ra. dengan banyak menimbang-nimbang suatu perkara. Dan Ali ra. yang menurut Mbah Nun merupakan tipikal manusia yang tidak perlu melalui proses apa-apa untuk mendapati rasa syukur, bahkan tidak bisa melihat apapun sebelum ada rasa syukur.

Tapi juga menjadi sebuah pengingat seperti yang telah nglothok di grup Kiai Kanjeng, bahwa bisa jadi sesuatu yang kita anggap baik, bisa jadi itu buruk di hadapan Allah, pun sebaliknya. Kalau pun berkenan, Mbah Nun mengajak seluruh hadirin untuk menata hidup dengan kesadaran mili atau mengalir, maka akan lebih enak. Karena setiap yang kita alami pasti tetap mengarah kepada dua kemungkinan. Mengalir disini ditekakan oleh Mbah Nun bahwa kita jangan berhenti untuk terus-menerus berpikir dan mencari.

Allah Swt itu Maha Pekerja, sedang diri kita ini hanya bagian dari kehendak Allah Swt. "Kita lemah, kita sangat lemah." tegas Mbah Nun menyadarkan ketidakberdayaan kita sebagai manusia. Namun dengan kebersamaan seperti ini, "karena ada anda saya gembira, dan dengan kegembiraan itu semoga semuanya menjadi keberkahan bagi kita semua." papar Mbah Nun.

Selalu Berusaha Mendekatkan Diri kepada Allah

Selingan lagu "Bismillah" menjadi jembatan tema pembelajaran berikutnya. Kita diajak untuk belajar eskalasi mengenai 4 sifat Kanjeng Nabi, yakni shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Shiddiq yang biasa dimaknai sebagai sifat kejujuran, namun kali ini kita diajak untuk memaknainya sebagai sifat kesungguhan. Dengan bersungguh-sungguh, maka kita akan perlahan mulai mendapati amanah atau jujur dan tulus dalam melakukan segala amal. Setelahnya, kita akan mendapati tabligh atau mampu menyampaikan segala sesuatu. Kemudian, setelah ketiga sifat itu didapat, baru kita mendapati sifat fathonah, yakni kecerdasan atau ketajaman dalam berpikir.

Orang-orang Grab sendiri menurut Mbah Nun kurang merupakan orang-orang yang sedang bertarekat. Dengan bermodalkan bismillah, pokoke metu walaupun ra mesti hasile. Karena dengan meyakini pekerjaan ini sebagai tarekat, kita diajak untuk memperbesar peluang untuk dekat dengan Tuhan.

Yang bisa kita lakukan menurut Mbah Nun hanya berupaya untuk selalu nyedak-nyedak Gusti Allah. Terkait kabul atau tidaknya doa kita itu bukan karena kalimat doa yang kita ucapkan, akan tetapi apakah kita itu sebagai hamba-Nya disukai oleh Allah? Maka, Mbah Nun mengajak untuk selalu menyebutNya dan melakukan apa yang Dia sukai, salah satunya dengan memperbanyak sholawat. "Kamu tidak akan diadzab selama Kanjeng Nabi ada di hatimu." tutur Mbah Nun. Masalah rizki jangan kita yang menghitung. "Suwung aja kamu, semeleh, kita bukan dalam keadaan sedang bertransaksi kepada Allah." lanjut beliau.

***

Rumah Maiyah, 28 April 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun