Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan ASN

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Hidupku Diberkati, Jika Hidup Membuatku Memperhatikan Orang Lain?

18 Mei 2019   23:59 Diperbarui: 19 Mei 2019   19:53 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hidupku Diberkati, Jika Hidup Membuatku Memperhatikan Orang Lain?
Bapak dan Ibu Nahun di suatu sore (dokpri)

Dalam gagasan tentang altruisme, Ben menuliskan dalam bukunya demikian:

Tidak berapa lama setelah pukul 9:00 pada 11 September 2001, beberapa menit setelah peristiwa mematikan yang disebabkan oleh penerbangan United Airlines 175, sekelompok kecil orang yang selamat tampak berdempetan dengan perasaan takut di lobi atas yang rusak di lantai 78 Menara Selatan World Trade Center.

Beberapa menderita luka bakar yang mengerikan, semua merasa trauma karena kekacauan dan pembantaian yang mengerikan di sekeliling mereka. Mereka berdoa memohon bantuan, tapi pada kenyataannya, tanpa disadari, dalam menara terkutuk itu, mereka hanya menunggu kematian.

Tiba-tiba, entah darimana, seorang pemuda muncul, menaggalkan kausnya, dan memakai bandana merah untuk melindungi hidung dan mulutnya. Dengan sigap mengambil alih tanggung jawab, ia menuntun para korban selamat yang kebingungan itu menuju sebuah tangga terbuka yang diselimuti asap dan puing-puing.

Lima belas lantai di bawah, dia meninggalkan orang-orang yang hidupnya telah ia selamatkan (termasuk seorang wanita muda berkulit hitam yang digendong di punggungnya) dan kembali lagi ke atas untuk mengulangi aksi heroiknya dalam inferno di atas.

Pemuda itu bernama Welles Crowther, seorang pedagang ekuitas dan sukarelawan pemadam kebakaran berusia 24 tahun. Enam bulan sejak kejadian itu, tubuhnya ditemukan di lobi utama Menara Selatan. Jasadnya berhasil diidentifikasi oleh dua orang perempuan yang berutang hidup mereka kepadanya sebagai "pemuda dengan bandana merah." Ia, Welles, tampaknya sedang beranjak untuk melakukan misi penyelamatan lainnya ketika ia tertimpa menara yang runtuh.

Ibu Welles menyatakan kebanggannya atas rasa tanggung jawab membantu orang lain, yang terdapat dalam diri putranya. Sementara ayahnya menyatakan harapan akan warisan yang mungkin ditinggalkan oleh anaknya, yakni; "Jika cerita Welles dapat membuat orang untuk memikirkan orang lain, maka Tuhan memberkati mereka, Tuhan memberkatinya."

Dalam cerita tentang aksi Welles ini, seiring dengan keberanian besarnya, dia memperlihatkan tampilan altruisme yang luar biasa, yakni sebuah keinginan untuk menempatkan kepentingan dan kesejahteraan orang lain di atas kepentingan dan kesejahteraannya sendiri, hingga tingkat akhir yaitu mengorbankan hidupnya sendiri.

Apakah kebajikan kepada orang lain merupakan sebuah gagasan altruisme murni (egoisme etis) atau sesungguhnya dimotivasi oleh kepedulian terhadap kepentingan mereka sendiri  (egoisme psikologis)? Sebagaimana dikemukakan oleh Friedrich Nietzsche menjelang akhir abad ke-19, ia menganggap kebajikan sebagai "tirani melawan kodrat." Kebajikan sebagai sebuah inversi (pembalikan) dan perversi (penyimpangan) dari tatanan kodrat.

Tergerak oleh kebencian dan kecemburuan, kaum yang lemah dan yang jelek telah memulai pemberontakan, revolusi budak, melawan yang kuat dan yang cantik. Terintimidasi oleh senjata moralitas dari rasa bersalah dan menyalahkan, yang terbaik dan termulia dari humanitas tanpa disadari bersekongkol dalam penindasan dan perbudakan mereka sendiri. Persekongkolan ini membuat humanitas menjadi buta terhadap tujuan sejati dan alamiah manusia, yaitu kehendak untuk berkuasa.

Oleh karena itu, dengan gaya bahasa sinis, Nietzsche mengutuk kegiatan karitatif dan perilaku altruistik sebagai manifestasi dari moralitas budak, di mana yang lemah menaklukkan yang kuat. Katanya: "Yang lemah dan sakit-sakitan akan binasa, itulah prinsip pertama filantropi kita." (Ben Dupre, 50 gagasan besar yang perlu Anda ketahui, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010, hlm. 18-20).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun