Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Penulis

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Puasa Bulan Ramadan 1440 H, Boleh Jadi Titik Awal Situasi Nyaman di Negeri Sendiri

6 Mei 2019   08:43 Diperbarui: 6 Mei 2019   08:50 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puasa Bulan Ramadan 1440 H, Boleh Jadi Titik Awal Situasi Nyaman di Negeri Sendiri
Ilustrasi: dok. Wahyu Sapta

Pukul 02.45. Selesai menyiapkan menu sahur di hari pertama bulan ramadan tahun ini, Bunda merenung. Pikirannya melayang jauh entah kemana. Auranya sedih. Hem, apalagi jika bukan karena memikirkan situasi politik saat ini. Bunda yang selalu mengikuti berita baik di medsos maupun artikel di media massa, masih bingung. 

Sebenarnya mau dibawa kemana negara ini. Pertarungan antar elite politik yang masih belum ketahuan muaranya, hampir saja membuatnya patah semangat. Hehehe... lebay ah. Tapi yang jelas, membuat Bunda semakin tak enak hati.

Inginnya hari segera berlalu, dan masalah yang ada di negeri tercinta ini menemui titik temu yang adil bagi semuanya. Terutama untuk rakyat kecil semacam dirinya. Harapannya tidak muluk. 

Agar situasi negeri ini kembali adem dan nyaman. Nyaman buat bertindak, bekerja, dan melakukan kegiatan lainnya. Tidak ada perasaan was-was karena melihat dunia perpolitikan yang semakin karut marut. Nah, ini pasti karena Bunda yang terlalu larut dalam memikirkan situasi politik yang ada di media ya. Makanya ia cemas.

Jika ia boleh berharap, dengan datangnya bulan suci ramadan tahun ini, bisa menjadi titik awal para elite politik untuk berpikiran jernih, mampu membuat keputusan yang tidak membuat cemas rakyat kebanyakan seperti dirinya. Karena sebenarnya ini berpengaruh bagi kelangsungan negeri ini di kemudian hari. Juga bagaimana anak-anaknya harus bersikap kelak kemudian hari. 

Bunda juga kepikiran, betapa, bagaimana generasi mendatang bersikap, jika keadaan negeri seperti ini? Bukankah juga akan berpengaruh bagi pola pikir mereka? Karena mau tidak mau, situasi yang sekarang ini terjadi, pasti juga akan mengendap di pikiran mereka. Memproses pikiran itu menjadi sebuah stigma atau pola pikir yang menyesuaikan situasi. Iya kalau pikirannya positif dan mengambil hal yang baik saja. Jika tidak? Mereka hanya memiliki pikiran yang negatif dan akan menyalahkan generasi sebelumnya karena telah memberikan contoh yang buruk. Akan dibawa kemana negeri ini kelak?

Pukul 03.00 WIB. Bunda kaget. Ketika suara dari masjid menggema ke seluruh kampung. Mengajak agar segera sahur, karena waktu telah menunjukkan pukul tiga. Bunda segera mengajak anggota keluarga lainnya untuk segera sahur. 

"Yuuuk... sahuuur...!"

Kakak dan Adik antre ke kamar mandi. Sedangkan Ayah yang sudah menemani Bunda sejak tadi, terheran melihat ekspresi Bunda yang seperti melamun. 

"Bunda lagi mikiran apa sih? Sejak tadi ayah lihatin ngelamun. Hayo?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun