Weni Fitria
Weni Fitria Guru

Memperkaya pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Memupuk Sikap Optimis di Tengah Pandemi Melalui Hikmah Ramadan dan Waisak

7 Mei 2020   13:57 Diperbarui: 7 Mei 2020   14:01 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memupuk Sikap Optimis di Tengah Pandemi Melalui Hikmah Ramadan dan Waisak
Ilustrasi sikap optimis: Ada Lentera di tengah kegelapan |Foto: Pixels (Ahmed Aqtai)

Bisa dipahami bahwa, suasana Ramadan yang dilalui oleh umat Muslim dengan berbagai keterbatasan melakukan ibadah di rumah ibadah,  merupakan sebuah kemestian. Demikian pula dengan keterbatasan untuk merayakan Hari Raya Waisak bagi umat Budha, mestilah diterima sebagai sebuah hal yang juga sudah semestinya. Dimana tujuannya adalah untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Demi mengakhiri masa pandemi  agar tidak semakin meluas, kita harus menerima semua keterbatasan tersebut dengan lapang dada. Lalu apa hubungannya dengan sikap optimis?

Disinilah pentingnya selalu menjaga sikap optimis. Dimana sikap optimis sangat dibutuh dalam situasi serba terbatas dan bahkan mulai terasa tak menentu ini. Dianggap tak menentu karena kita tak tahu secara pasti kapan pandemi ini akan berakhir.

Belum lagi kondisi sosial dan ekonomi yang ikut terimbas pandemi. Tak jarang kita mendengar hidup beberapa kalangan mengalami keterpurukan terutama dari segi ekonomi. Belum lagi kemungkinan timbulnya rasa putus asa menghadapi pandemi dengan segala dampaknya.

Sekali lagi disinilah pentingnya memupuk kembali sikap optimistik dalam menghadapi kehidupan ini. Apapun yang terjadi, kita mesti tetap optimis. Sekalipun badai besar melanda kehidupan ini,  kita mesti tetap memiliki keyakinan bahwa  hidup akan menjadi lebih baik ke depannya.

Rasa optimis dapat dipupuk dengan mengambil pelajaran dan hikmah yang terkandung dalam Ramadan maupun dari perayaan  Hari Raya Waisak . Salah satu hikmah Ramadaan adalah puasa telah melatih  kemampuan kita menahan segala penderitaan. Bukan hanya melawan rasa lapar dan haus, namun sesungguhnya puasa telah menjadi wadah bagi orang yang melaksanakannya untuk menjadi orang yang kuat sekaligus peduli pada penderitaan orang lain.

Ramadan juga menjanjikan kesucian dan kemenangan  di penghujungnya. Kesucian dan kemenangan yang diperoleh setelah melalui perjalanan panjang mengasah jiwa dan raga melawan hawa nafsu dan menghindari segala larangan ketika berpuasa.

Pelajaran berharga juga bisa dipetik dari ajaran Trisuci Waisak.  Dimana menurut kepercayaan umat Budha, berisi ajaran  kebaikan yang yang diperoleh dari perjalanan hidup Pangeran Shiddarta Gautama sejak dilahirkan hingga menjadi Sang Buddha. Sebuah perjalanan panjang berlumur berbagai penderitaan hidup, sehingga sampai pada pencapaian sebuah kebajikan  oleh Sang Buddha.

Pelajaran dari dua momen penting di atas, sekiranya mampu memupuk kembali rasa optimis dalam menghadapi pandemi ini. Suatu keadaan yang tidak kita kehendaki namun tetap dilalui. Berpantang menyerah dan harus tetap optimis bahwa badai akan segera berlalu, sikap ini yang kita butuhkan saat ini. Sikap optimis yang demikian akan memuat setiap orang akan tetap berdiri tegak ditengah berbagai keterbatasan dan keterpurukan ditengah pandemi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun