Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022
Ramadan Ramah Lingkungan, Mungkinkah?
Ramadan telah datang dengan suasana yang berbeda. Akibat virus corona yang merajalela, nuansa galau lebih mewarnai Ramadan kali ini. Kegalauan tentang kegiatan tarawih dan ibadah lainnya di masjid atau di rumah, hingga bakal terbatasnya kegiatan sosialisasi diri seperti momen buka bersama.
Di satu sisi ada secercah harapan bagi saya, bahwa Ramadan kali ini bakal jadi lebih ramah lingkungan. Seiring dengan anggapan banyak orang yang mengatakan bahwa pandemi virus corona justru membuat bumi bisa sejenak bernafas lega. Setidaknya polusi berkurang dan langit terlihat kembali biru karena aktivitas manusia di jalanan berkurang.
Sebelumnya, banyak diberitakan bahwa tiap Ramadan justru akan mengakibatkan volume sampah yang meningkat dibandingkan bulan-bulan lainnya. Sangat beralasan mengingat perilaku yang berbeda saat bulan Ramadan memang bisa berimplikasi pada melimpahnya produksi sampah.
Perilaku seperti mudah lapar mata saat berburu takjil misalnya. Mungkin di rumah hanya berisi lima orang anggota keluarga, tetapi gara-gara lapar mata, segala macam jenis jajanan, minuman dan lauk pauk dibeli.
Akhirnya sajian buka puasa yang begitu 'wah' tersebut banyak tersisa dan berujung ke pembuangan sampah. Padahal jika berbelanja di penjual takjil, sangat dimungkinkan kita membeli satu jenis takjil dengan satu kemasan tersendiri. Boros makanan pun seiring dengan boros kemasan yang rata-rata terbuat dari plastik.
Awal Ramadan kali ini memang masih banyak penjual takjil, tetapi terlihat tak lagi semarak seperti tahun-tahun sebelumnya. Tentu ada rasa miris melihat para penjual takjil yang mencoba mengais rejeki di masa-masa sulit seperti ini, karena konsumen menjadi lebih berhati-hati untuk keluar rumah membeli takjil.
Namun bukan berarti kita harus benar-benar menghindari membeli takjil dari para penjualnya. Berbagai cara lebih aman bisa dilakukan ketika membeli takjil, seperti membawa wadah makanan sendiri. Hal ini juga merupakan antisipasi kita jika menganggap kemasan plastik dari pedagang sangat beresiko sebagai sarana penularan virus.
Membeli takjil dari orang yang kita kenal seperti tetangga misalnya, menjadi cara terbaik untuk menjadi lebih ramah lingkungan. Jika tetangga kita berjualan kolak, maka kita tinggal memesan sesuai porsi tertentu dengan wadah dari kita sendiri. Ini lebih aman dibandingkan kita berburu takjil di keramaian dan membeli kolak yang sudah dikemas dalam gelas-gelas plastik.
Hilangnya momen buka bersama
Salah satu momen khas saat Ramadan adalah buka bersama dengan kolega, teman, atau keluarga besar. Momen yang sebenarnya ironis ditilik dari potensi sampah yang akan dihasilkan dari kegiatan tersebut. Bahkan kegiatan buka bersama kerap dibenturkan antara perasaan menyenangkan versus perasaan tidak enak.
Menyenangkan ketika bisa makan enak gratis karena ada sponsornya, atau justru sebaliknya ketika buka bersama hanya menjadi sebuah momen yang dipaksakan misalnya sebagai ajang reuni yang ujung-ujungnya menguras kantong untuk urunan.
Kali ini banyak orang lebih memprioritaskan stay at home, termasuk saya yang sepertinya tidak mustahil bakal menjalani satu Ramadan penuh tanpa momen buka bersama di luar rumah.
Jika banyak orang memang berkomitmen untuk berpuasa di rumah saja, minimal bakal berimbas pada berkurangnya polusi udara akibat penggunaan transportasi. Juga berdampak pada potensi sampah dan limbah restoran yang akan berkurang drastis.
Ketika banyak keluarga memutuskan untuk memasak sendiri di rumah, juga akan membuat Ramadan makin ramah lingkungan. Apalagi di tengah suasana serba terbatas.
Saya dan keluarga pun semenjak awal pandemi virus corona sudah lebih ketat memperhitungkan kebutuhan yang hendak dimasak. Lebih baik tidak memasak dan makan berlebihan.
Itulah harapan saya untuk Ramadan kali ini. Memang berawal dari kondisi yang serba terpaksa karena situasi pandemi virus corona. Namun semoga saja perilaku yang lebih ramah lingkungan akan terbawa menjadi kebiasaan.
Jika direnungkan, sebenarnya menjadikan kita selaras dengan hakekat dari bulan Ramadan, yakni menahan diri. Tidak berlebihan dalam segala hal, termasuk membuat mubazir makanan dan memproduksi banyak sampah yang ujung-ujungnya berdampak merugikan.
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY TOPIC
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Ketemu di Ramadan hadir kembali. Selain sebagai ajang buka puasa bersama Kompasianer, ada hal seru yang berbeda dari tahun sebelumnya. Penasaran? Tunggu informasi selengkapnya!