Tradisi Saling Hantar Makanan Menjelang Lebaran
"Kurir" rantang makanan biasanya anak-anak usia belasan tahun ke bawah. Mereka adalah anak-anak dari keluarga yang akan melakukan tradisi menghantar makanan atau anak-anak tetangga. Nanti anak-anak yang jadi "kurir" itu diburuhan (dikasih upah) berupa uang atau satu rantang makanan.
Sebuah keluarga yang melakukan tradisi saling menghantar makanan satu hari menjelang lebaran, biasanya didasari pertimbangan efektifitas, tidak mau repot dua kali masak. Dengan masak makanan satu hari sebelum lebaran bisa sekalian masak makanan untuk persiapan perayaan lebaran esok harinya.
Saya termasuk generasi yang pernah merasakan suasana tradisi saling menghantar makanan menjelang lebaran itu. Saya ingat betul bagaimana suasananya.
Terutama satu hari menjelang lebaran, di jalan desa, di jalan setapak, bahkan di jalan pematang sawah, kita bisa melihat pemandangan banyak orang berjalan dengan menenteng beberapa rantang susun. Mereka berjalan ke arah yang sama atau arah yang berlawanan, tergantung tujuan masing-masing.
Bagi anak-anak, momen seperti itu bisa sekalian sambil ngabuburit. Mereka megantarkan rantang makanan ke kerabat yang agak jauh, pas pulang menjelang maghrib, menjelang waktu berbuka puasa.
Anak-anak juga merasa senang jadi "kurir" pembawa rantang makanan karena nanti mereka akan menerima buruh (upah). Bahkan dengan buruh (upah) satu rantang makanan pun mereka sudah merasa senang.
Tradisi saling menghantar makanan menjelang lebaran di kalangan masyarakat Sunda yang ada di pedesaan tempo doeloe itu jika dipahami dalam tradisi sekarang ini adalah bentuk saling berbagi parcel lebaran. Namun bentuknya adalah paket "makanan berat".
Tradisi saling menghantar makanan menjelang lebaran secara umum memang sudah tidak ada, walau pun di beberapa daerah tertentu mungkin masih ada yang melakukannya. Namun bukan berarti rasa simpati atau persudaraan antar tetangga dan saudara juga sudah tidak ada. Ini hanya masalah tradisi.