Tangan di Atas Lebih Baik daripada Tangan di Bawah
Judul di atas saya ambil dari matan sebuah hadits Nabi saw yang sangat populer dan familiar di telinga banyak orang. Bahkan tak jarang matan hadits tersebut dijadikan kata-kata bijak atau "peribahasa".
Matan lengkap hadits tersebut sebagai berikut, "al-yadu al-'ulya khoerun min al-yadi as-suflaa. Fa al-yadu al-'ulya hiya al-munfiqotu. Wa as-suflaa hiya as-saailatu." (Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan yang di atas adalah yang memberi (berinfaq), sedangkan tangan yang di bawah adalah yang meminta).
Hadits Nabi tersebut diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dengan derajat shahih. Sedangkan sanad hadits adalah Abdullah Ibnu Umar.
Menilik matan hadits tersebut ada beberapa pesan sebagai ajaran moral bagi umat Islam, yang bisa kita pahami. Pertama, anjuran agar berlaku dermawan.
Kedua, motivasi agar semangat mencari rezeki supaya memiliki sesuatu untuk diberikan. Sebab tidak akan bisa memberi sesuatu kepada orang lain kalau tidak ada yang bisa diberikan.
Ketiga, anjuran untuk tidak menjadi peminta-minta. Menjadi "tangan yang di bawah" hanya ketika dalam keadaan perlu saja.
"Mental pengemis" dalam Islam sangat dilarang. Meminta sesuatu kepada orang lain tanpa ada kebutuhan yang mendesak sangat dilarang. Artinya tidak halal bagi seseorang meminta sesuatu kepada orang lain kecuali dalam keadaan darurat.
Dalam salah satu hadits lainnya Nabi saw mengatakan bahwa "Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya".
Kemudian dalam hadits lainnya Nabi saw memberi "warning" cukup keras, "Barangsiapa meminta-minta (kepada orang lain) tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api".
Begitu pula "warning" Nabi saw dalam hadits berikut yang tak kurang kerasnya. "Barangsiapa meminta harta kepada orang lain untuk memperkaya diri, maka sungguh, ia hanyalah meminta bara api, maka silahkan ia meminta sedikit atau banyak" (HR. Muslim).