Bersih Rumah, Bersih Hati, Kembali ke Fitrah
Membersihkan rumah bukan sekadar tradisi menjelang lebaran, melainkan juga ajaran Islam yang cinta kebersihan. "Athohuuru syathtrul Iman" yang artinya 'kebersihan bagian dari iman'. Apa yang perlu dibersihkan? Biasanya, barang-barang di sekitar rumah. Dari mana kita memulainya? Tentu saja dari yang paling mudah kita kerjakan.
Seiring kita bersihkan, sisihkan dulu barang-barang yang sudah tidak berguna, lama tidak dipakai, atau barang punya nilai kenangan. Mengapa? Karena ini akan menghemat waktu, jadi tidak semua barang kita bersihkan. Namun, bukankah seleksi barang akan makan waktu? Yup, tapi percayalah ini akan membantu kita kemudian dalam hal membersihkan dan menatanya kembali.
Buang semua barang yang membuat hati dan rumah kita sumpek. Jangan lupa ucapkan terima kasih karena sudah membersamai kita selama ini. Sisanya, taruh/tata/lipat dan simpan dengan rapi di lemari atau tempat yang semestinya. Kemudian, sisihkan barang-barang tersebut (termasuk yang harganya mahal) untuk mereka yang membutuhkan. Mengapa demikian? Karena selain kita belajar ikhlas bersedekah, kita juga belajar zuhud. Kita belajar tidak terlalu mencintai harta/dunia.
Setelah kita memilah dan memilih barang, lalu kita bersihkan barang yang masih dapat kita gunakan.
Dalam perjalanan menata rumah tidak luput dari masalah. Saya capek kalau hanya saya yang bebersih dan beberes rumah sementara suami dan anak-anak suka memberantaki isi rumah dan tidak meletakkan barang pada tempatnya. Maka libatkanlah anggota keluarga lain untuk ikut membersihkan dan menata barang. Berikan pujian dan terima kasih.
Turunkan ekspektasi kita mereka akan menyelesaikan tugasnya dengan sempurna. Jangan bosan mengingatkan dan konsisten, itu kuncinya. Kalau kita menyuruh anak untuk menyapu misalnya, jangan harap hasil kerjanya langsung kinclong seketika, yang penting anak sudah mau membersihkan dan menanta kembali barangnya. Kalau anak mau bermain, ia boleh mengambil mainan yang dibutuhkannya saja, tidak satu kardus mainan penuh dibawa-bawa. Mainan yang rusak bisa dihibahkan ke panti asuhan.
Ibu memiliki jilbab berapa? Berapa jilbab yang sebetulnya benar-benar terpakai? Ingat, kelak kita akan dihisab untuk apa barang-barang itu, untuk ketaatan atau sekadar nafsu ingin mengoleksinya, adakah nilai manfaatnya? Ibu bisa menghadiahkan, melelang untuk dana kemanusiaan, dan baksos. Jangan sampai jarum pentul pun sampai karatan karena sudah setahun tidak dipakai.
Bersihkan dapur dari panci-panci atau perabotan lain yang sudah tidak terpakai, bisa juga digunakan sebagai pot bunga atau menumbuhkan kembali bawang, kangkung, atau sayuran lainnya.
Bersihkan sepatu-sepatu di dalam lemari sepatu, barangkali ada yang sudah tidak terpakai karena mahal jadi sayang untuk menggunakannya. Parahnya, jika ternyata sepatu kulit yang kita sayang-sayang itu malah sudah berjamur kelamaan tersimpan dalam lemari.
Perhatikan pula sawang-sawang atau sarang laba-laba yang bersembunyi di sudut-sudut rumah, apakah mau kita biarkan? Sesungguhnya keimanan yang rapuh ibarat sarang laba-laba. Asik kan, membersihkan sarang laba-laba saja bisa sambil menafakuri surat Al Ankabut.
Ternyata, kegiatan membersihkan rumah menjelang lebaran mengajarkan saya arti keihlasan, kezuhudan, dan keimanan. Kegitan tersebut mengajak kita untuk bisa melepaskan hal yang kita cintai karena mengingat hisab kita yang berat di akhirat kelak. Bersih rumah, bersih hati, kembali ke fitrah.