Berkah Jelang Kupatan, dari Janur hingga Beras dan Ketan
Siapa yang menyangka kalau tanggal selain 1 Syawal yang merupakan Idul Fitri ada hari lain yang ditandakan sebagai momentum pamungkas umat Islam di tanah Jawa khususnya di daerah Kudus? Rangkaiannya sendiri disambut sukacita hingga pasca hari pertama takbir berkumandang. Ternyata tradisi Kupatan yakni hingga hari ke delapan bulan Syawal menjadi penanda bahwa perayaan Idul Fitri masih kental terasa. Hari ke delapan itulah yang menjadi tanda pamungkasnya momentum Idul Fitri tersebut.
Tepatnya mulai H+2 Idul Fitri hingga hari ke tujuh, puluhan pedagang janur memadati trotoar jalur sepanjang mulai depan pasar Bitingan Kudus hingga ke arah barat kurang lebih 300 meter. Para pedagang ini menjajakan mulai dari janur, daun pisang, beras, ketan, kelapa, hingga tali untuk pengikat lepet dari utas bambu.
Mereka menjajakan dagangan tersebut lantaran di perayaan lebaran ketupat, masyarakat di sekitaran membutuhkan benda tersebut untuk membuat ketupat dan lepet.
Kenapa ketupat atau kupat selalu dibungkus dengan janur? Hal itu dikarenakan janur berasal dari kata Arab Ja'an-nur yang artinya telah datang cahaya. Bentuk fisik kupat yang segi empat ibarat hati manusia. Arti kupat sendiri adalah ngaku lepat yang berarti pengakuan atas kesalahan-kesalahan untuk menuju raga yang benar-benar fitri.
Sedangkan Lepet merupakan kependekan dari kata Silep kang rapet. Kalimat tersebut dalam bahasa Jawa 'lamintang rapet' yang artinya, mari kita kubur atau tutup rapat.
Setelah ngaku lepat, lalu meminta maaf dan menutup kesalahan yang sudah dimaafkan. Artinya, jangan sampai diuangi lagi kesalahan yang sama, supaya persaudaraan semakin erat seperti lengketnya ketan dalam lepet.
Para pedagang kebanyakan berasal dari daerah Pecangaan Jepara meskipun beberapa ada yang berdomisili di Kudus sendiri. Mereka mengaku omset yang didapat lumayan untuk mencukupi kebutuhan dan tambahan simpanan usai banyak pengeluaran di hari raya Idul Fitri.
(Yani)