Baju Lebaran dan Kenangan yang Menyertainya
Lebaran dan baju baru seolah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Meski banyak yang berpendapat bahwa lebaran tak harus berbaju baru, tapi mengenakan baju baru saat lebaran adalah kebahagiaan tersendiri. Tidak hanya bagi anak kecil, semua akan merasa bahagia jika berbaju baru pas lebaran.
Menyiapkan baju lebaran selalu mengingatkan saya di masa kecil. Lebaran yang penuh kenangan utamanya yang berkaitan dengan persiapan baju baru.
Ya, bapak dan ibuk saya adalah penjahit. Karenanya kami hampir tidak pernah membeli baju jadi di toko. Semua baju lebaran dirancang sekaligus dijahit ibuk dan bapak.
Sebagai keluarga penjahit kami pasti punya buku mode blad. Buku mode blad adalah buku yang berisi berbagai macam model pakaian. Mode blad selalu diletakkan di ruang tamu untuk orang yang akan menjahitkan pakaian.
Dua minggu menjelang lebaran kami mulai sibuk mencari dan merancang model. Ilham didapat dari buku mode blad lalu dimodifikasi.
Biasanya model dan kain baju kakak dan adik saya dikembar karena keduanya sama-sama laki-laki. Sementara saya paling berbeda karena perempuan sendiri dan dapat paling banyak. He..he.. Mengapa? Karena saya paling rajin membantu bapak memasang kancing, menyetrika baju ataupun membeli perlengkapan jahit, seperti jarum, benang , resluiting dan lainnya.
Di antara semua pelanggan bapak , yang paling saya ingat ada satu pelanggan yang selalu menjahitkan untuk sekeluarga tiap menjelang lebaran. Pelanggan favorit kami.
Mengapa favorit? Pelanggan ini puteranya lima. Jadi sekali menjahitkan ada tujuh stel baju. Untuk ibu , bapak, dan kelima anaknya. Senang? Tentu saja. Banyak jahitan berarti bapak mempunyai banyak uang bukan?
Di zaman itu penjahit sedang berjaya. Toko baju tidak sebanyak sekarang. Akibatnya dua minggu menjelang lebaran bapak mulai menolak jahitan yang diminta untuk berlebaran.
Saat seperti itu biasanya bapak hanya mau menerima jahitan yang akan dipakai sesudah lebaran.