Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Wiraswasta

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Jaga Hati Sebagai Persiapan Puasa

12 Maret 2024   08:07 Diperbarui: 12 Maret 2024   08:19 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jaga Hati Sebagai Persiapan Puasa
Ilustrasi Hati Yang Baik. Sumber Foto CapCut

Sekedar diketahui, Allah memiliki cara tersendiri dalam mengatur siklus kehidupan dimuka bumi. Dimana cara itu kadang dianggap negatif oleh manusia sebagai penghuni. Padahal sejatinya itu baik. Karena tak paham, justru malah berpikiran jelek.

Ambil contoh apa yang terjadi pada satu komunitas sebagaimana saya gambarkan tadi. Bagaimana sebenarnya..? Hadirnya seorang anggota yang jadi penyakit hakikatnya merupakan alarm bagi pengurus atau anggota yang lain.

Alarm jenis apa..? Jenis kekuatan dan kewenangan. Bahwa mengelola dan hidup dilingkungan sebuah komunitas tak cukup kalau cuma mengandalkan diri sendiri. Ada kekuatan Maha dahsyat diluar sana yang jauh melampaui potensi manusia.

Iya benar memang, kita sudah berusaha menjaga hubungan. Bahkan demi menghindari konflik selalu mengalah. Tapi apa nyana, tetap saja "penyakit" seperti saya singgung diatas masih saja datang menghinggap.

Yang perlu dipikirkan selanjutnya adalah tentang bagaimana menyikapi perbuatan orang lain yang menjadi penyakit tersebut. Kalau saya pribadi, pilih non reaktif. Bahkan pada tingkatan tertentu saya justru bersyukur.

Bagi saya, penyikapan demikian lebih baik, dibanding mempersoalkannya. Dengan bersyukur, hati jadi lebih tenang dan hidup tambah damai. Tak terusik sedikitpun. Meskipun "penyakit" itu datang mendekat.

Lantas apanya yang patut di syukuri..? Bukankah sebuah penyakit tergolong sebagai realitas buruk..? Dan yang namanya realitas buruk kan harusnya menjadi sebuah keluh kesah..? Lha kok malah di syukuri..?

Jawaban saya, yang patut di syukuri adalah kita bukan menjadi bagian, atau merupakan kelompok yang tergabung sebagai penyebab tersebarnya "penyakit". Gampangnya, kita bersyukur oleh sebab bukan kitalah sumber "penyakit" itu.

Dengan cara bersyukur, kita ada di posisi bukan sebagai perusak. Menjadi peredam, malah iya. Ibarat kebakaran kita sebagai air, bukan minyak. Yang kalau disiramkan ke tengah kobaran, bisa membuat api padam.

Selanjutnya, andai kita yang kena penyakit, dengan kata lain kitalah yang di fitnah misalnya, bersyukurnya harus di panjatkan berkali-kali lipat banyaknya. Kalau perlu, kasih hadiah buat yang memfitnah.

Mengapa begitu..? Karena fitnah tersebut ibarat anugerah yang diberikan oleh Allah secara gratis. Dimana anugerah itu berupa tambahan pahala dan terhapusnya dosa yang melekat di tubuh kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun