ZAHROTUL AMAL
ZAHROTUL AMAL Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa semester akhir yang memiliki hobi bernyanyi dan membaca buku

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Tradisi Sungkeman, Mewariskan Rasa Hormat Lintas Generasi

14 April 2024   20:09 Diperbarui: 14 April 2024   21:21 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Sungkeman, Mewariskan Rasa Hormat Lintas Generasi
Dokumentasi pribadi

Desa Sima Gintung, Pemalang, 2024- Di tengah keramaian prosesi perayaan Idul Fitri, sebuah tradisi sederhana namun penuh makna masih dipertahankan di Indonesia khususnya di  daerah Jawa Tengah yaitu Kabupaten Pemalang. Di mana lazimnya, anggota keluarga yang lebih muda akan mengunjungi kerabat yang lebih tua sebagai bentuk rasa hormat. Dalam suasana hari raya yang penuh kebahagiaan, sungkeman dianggap sebagai puncak emosional di mana anak dan cucu berlutut di hadapan orang tua atau kakek nenek, memohon maaf atas kesalahan yang telah dilakukan selama setahun.

Menurut Bapak H.Saefulloh salah satu sesepuh di Desa Sima Kecamatan. Moga Kabupaten. Pemalang mengungkapkan " Biasanya yang muda-muda datang ke tempat orang tua masing-masing. Setelah itu sungkeman di mulai dari anggota keluarga paling tua. Setelah itu makan ketupat bersama".

Rumah Bapak H.Saefulloh juga menjadi salah satu titik kumpul untuk seluruh anggota keluarganya. Bapak H Saefulloh seorang petani berumur 65 tahun menyatakan "Sungkeman itu bikin saya merasa dicintai, sungkeman ini bukan cuma tradisi buat saya tetapi juga momen di mana saya bisa menikmati kerukunan antar keluarga yang tidak bisa digantikan dengan apapun".  

Meski dihargai, sungkeman sebagai sebuah tradisi menghadapi tantangan adaptasi di era modern. Banyak keluarga muda yang merayakan Idul Fitri secara virtual karena kesibukan dan masalah jarak yang jauh. Teknologi telah memungkinkan keluarga untuk tetap berkomunikasi dan bahkan melakukan sungkeman virtual, namun banyak yang merasa kehilangan esensi sebenarnya dari kontak fisik dan kedekatan secara emosional.

Di tengah perubahan sosial dan tekanan modernitas, sungkeman di Hari Raya Idul Fitri tetap menjadi salah satu tradisi yang kuat dan penuh makna. Hal ini tidak hanya menunjukkan kekuatan budaya dalam mempertahankan nilai-nilai luhur, tetapi juga bagaimana adaptasi dan inovasi terjadi untuk memastikan bahwa warisan ini terus mewarnai kehidupan sosial di Indonesia.

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun