Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.
Bossongang, Gangguan Ledakan Amarah, dan Pasangan Minta Digantung
Salah satu tabiat yang mesti kita kendalikan selama bulan puasa adalah amarah. Ya, itu termasuk bagian dari hawa nafsu yang harus kita perangi. Jika pasanganmu punya kebiasaan marah-marah tanpa juntrungan, nasihati. Masih begitu, "gantung" (ghosting) saja. Masih tidak mempan, tinggalkan. Tuman.
Dalam dunia psikologi ada istilah Gangguan Ledakan Amarah. Singkatnya, GLA. Bisa juga disebut Gila! Sebutan lainnya adalah Intermittent Explosive Disorder alias IED. Puasa sejatinya bisa menjadi obat mujarab untuk menyembuhkan gangguan kejiwaan ini.
Mari berkenalan dengan si Gila. Eh, maksud saya si Gangguan Ledakan Amarah alias IED.
Sebenarnya marah termasuk lumrah. Semua orang bisa marah. Semua orang berhak marah. Hanya saja, tidak semua orang mampu mengendalikan diri ketika hatinya dibelit rasa amarah. Perkara mengelola amarah sesulit menegakkan benang basah.
Rasa marah setara posisinya dengan emosi yang lain, seperti sedih, senang, kecewa, atau ceria. Itu sebabnya marah masih manusiawi. Akan tetapi, amarah yang meledak-ledak tanpa alasan yang jelas atau tanpa juntrungan bisa jadi berpangkal dari gangguan mental.
Gangguan ledakan amarah biasanya bersifat spontan dan tanpa alasan. Meledak begitu saja. Ledakannya beragam. Bisa umpatan, jeritan, bahkan ancaman kekerasan yang menyebabkan keselamatan seseorang atau sesuatu terancam.
Saya pernah mengalami gangguan kejiwaan ini. Semasa kecil, dari umur enam tahun hingga menjelang berjakun, saya mudah sekali marah. Berangasan, kata orang Melayu. Bossongang, kata orang Makassar. Setengah mampus saya lawan gangguan ledakan amarah itu.
Apakah bisa saya sembuhkan? Ternyata bisa. Hanya saja, sesekali masih meletup. Kalau dulu tanpa alasan, sekarang kadang karena dipicu oleh peristiwa yang bikin sakit hati. Meski hanya sekali-sekali, batin saya tetap tersiksa. Seusai mengamuk, saya menyesal tiada terkira.
Sekarang lihat pasanganmu. Jikalau ada peristiwa yang membuatnya mengamuk tanpa sebab, lihatlah dengan saksama. Kalau terus-terusan begitu, sebaiknya anjurkan agar pasanganmu mau mengobati hati. Kalau menolak dan tidak mau memperbaiki diri, tinggalkan saja.
Menunggu kekasih hati mengubah tabiat, tetapi yang ditunggu tidak berniat mengubah kelakuan, tiada berbeda dengan menunggu setronton emas batangan terjatuh dari langit. Mustahil terjadi.